SonoraBangka.id - Bubur suro adalah salah satu hidangan yang identik dengan tahun baru Islam. Satu Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa yakni bulan Sura atau Suro. Satu Suro ini bertepatan pula dengan tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriyah atau Tahun Baru Islam. Masyarakat Jawa khususnya, menghadirkan bubur suran atau bubur suro pada malam menjelang datangnya 1 Suro. Dalam konsep Jawa, hari esok dianggap datang setelah lewat pukul empat petang. Maka dari itu bubur suro disajikan pada malam menjelang datangnya 1 Suro.
Bubur suro sebagai uba rampe
Bubur suro menjadi lambang untuk perayaan Tahun Baru Islam, dan karenanya harus dibaca, dilihat, dan ditafsirkan sebagai alat (uba rampe dalam bahasa Jawa) untuk memaknai 1 Suro atau Tahun Baru yang akan datang. Tanggal 1 suro dilansir dari Kompas.com, diperingati oleh masyarakat Jawa dengan cara yang khas dan telah dilaksanakan secara turun temurun selama berabad-abad. Salah satunya lewat elemen kuliner yang khas sebagai lambang perayaan tersebut.
Bubur beras dan kelengkapannya
Bubur suro biasanya dibuat dari beras, santan, garam, jahe, dan sereh yang mempunyai rasa gurih dengan nuansa pedas yang tipis.. Selain itu, bubur suro juga biasa disajikan dengan lauk berupa opor ayam dan sambal goreng labu siam berkuah encer dan pedas. Di atas bubur ditaburi serpihan jeruk bali dan bulir-bulir buah delima.
Ada pula tujuh jenis kacang yang sebagian kacang ada yang digoreng, dan ada yang direbus yakni kacang tanah, kacang mede, kacang hijau, kedelai, kacang merah, kacang tholo, dan kacang bogor. Tak itu saja, ada pula tambahan berupa irisan timun dan beberapa lembar daun kemangi. Sebagai uba rampe, bubur suro juga disajikan dengan uba rampe lainnya berbentuk sirih lengkap, kembar mayang, dan sekeranjang buah-buahan.
Kehadiran sirih lengkap melambangkan asal-usul dan penghormatan atau pengenangan kita kepada orang tua dan para leluhur, khususnya yang telah mendahului kita. Sirih lengkap akan diletakkan dalam bokor kuningan atau tembaga yang selalu hadir sebagai kelengkapan dalam ritual perlintasan Jawa dengan makna yang sama. Sementara untuk kembar mayang, merupakan dua vas bunga yang masing-masing berisi tujuh kuntum mawar merah, tujuh kuntum mawar putih, tujuh ronce (rangkaian) melati, dan tujuh lembar daun pandan.
Lambang angka tujuh pada bubur suro
Angka tujuh yang ada pada bunga dan kacang-kacangan juga punya arti sendiri. Tujuh melambangkan jumlah hari dalam seminggu. Maknanya, dalam hidup setiap hari, kita harus selalu punya tekad dan keberanian untuk bertindak yang dilambangkan dengan mawar merah. Namun, semua tindakan tersebut haris dilandasi dengan niat yang bersih dan benar, yang dilambangkan oleh mawar putih. Pada akhirnya, diharapkan semua tindakan tersebut akan bisa mengharumkan dunia umat manusia. Hal tersebut dilambangkan oleh rangkaian bunga melati dan daun pandan yang terkenal punya aroma harum yang menyengat. Tak hanya kacang-kacangan dan bunga saja, ada pula pelengkap lain berupa sekeranjang buah-buahan yang diisi dengan tujuh jenis buah dan masing-masing terdiri atas tujuh butir. Misalnya, tujuh jeruk, tujuh salak, tujuh rambutan, dan lain-lain. Maknanya adalah agar semua pekerjaan dan tindakan menghasilkan buah yang manis dan bermanfaat bagi sesama.
Makna uba rampe
Biasanya jika akan menyambut tahun baru kamu akan melakukan refleksi diri, hal apa saja yang kamu lakukan pada tahun lalu. Kamu akan meninjau kembali kinerja di tahun sebelumnya. Setelah itu kamu akan membuat resolusi untuk memperbaiki tata hidup dan pencapaian di tahun berikutnya. Jika ditelaah lebih jauh, memberi makna pada lambang-lambang yang dihadirkan oleh bubur suro dan uba rampe tersebut, bisa dibilang cukup mirip dengan tradisi modern menyambut tahun baru. Bubur suro dan uba rame tersebut hadir sebagai alat bantu untuk memudahkan proses refleksi dan resolusi yang kamu lakukan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Filosofi Bubur Suro khas Tahun Baru Islam, Tiap Lauknya Pun Bermakna", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/food/read/2020/08/18/215000875/filosofi-bubur-suro-khas-tahun-baru-islam-tiap-lauknya-pun-bermakna?page=all#page2.