Find Us On Social Media :
()

Umat Muslim di Timor Leste Dipaksa Keluar dari Negaranya karena ini

Iqbal Kurniawan Selasa, 26 Juli 2022 | 08:36 WIB

SONORABANGKA.ID - Timor Leste memiliki catatan kelam terhadap umat muslim di negaranya.

Sebelum lepas dari Indonesia, jejak umat muslim di Timor Leste cukup kuat namun sama sekali tak terdeteksi.

Bahkan gara-gara konflik ini, umat muslim di Timor Leste dipaksa keluar dari negaranya.

Jejak pengusiran umat muslim yang dilakukan pemerintah Timor Leste terakhir dilakukan tahun 2004 lalu.

Menurut laporan Al Jazeera, umat muslim yang diusir itu mengaku sebagai warga asli Timor Leste.

Para pengungsi itu telah tinggal di Timor Leste sebelum mereka pisah dari Indonesia selama referendum kemerdekaan Timor Leste.

Isu ini telah sangat sensitif di Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim paling banyak di dunia.

Media lokal Indonesia menyebut deportasi ini dilakukan didominasi oleh permusuhan Katholik Timor Leste terhadap Islam.

Sedangkan Jakarta kala itu tidak menganggap para pengungsi sebagai warga Indonesia.

Tidak ada diskriminasi

Timor Leste yang kala itu memiliki perdana menteri Muslim dan telah mencari cara membangun hubungan baik dengan Indonesia mengatakan isu itu tidak ada hubungannya dengan agama.

Petugas imigrasi Carlos Geronimo mengatakan umat Muslim membangun rumah dan sekolah di sekitar masjid An-Nur, satu-satunya masjid di Timor Leste.

Namun tidak ada yang memiliki izin tinggal di Timor Leste.

"Hari ini, kami memulangkan 184 orang. Terlepas dari yang sakit, kami telah mengirimkan mereka semua pulang," ujar Geronimo, menyebut kelompok yang digusur dari pengungsian di sekitar masjid yang ada di Dili itu.

Latar belakang

Timor Leste menjadi resmi merdeka pada Mei 2002.

Mereka merdeka setelah dikuasai pemerintahan kolonial Portugis selama satu abad.

Kemudian mereka juga mengalami aneksasi Indonesia 24 tahun dan lebih dari 2 tahun administrasi transisi PBB.

Hasil pemungutan suara oleh warga Timor Leste pada Agustus 1999 untuk lepas dari Jakarta memicu kerusuhan oleh geng yang didukung oleh militer Indonesia.

PBB memperkirakan hampir 1000 orang terbunuh dalam kekerasan di sekitar referendum tersebut.