SonoraBangka.ID - Dalam Peraturan Presiden No.112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta percepatan penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara.
Dengan demikian, kebijakan tersebut akan berdampak pada tenaga kerja di sektor PLTU Batu Bara. Mengutip Booklet Batu Bara Kementerian ESDM tahun 2020, jumlah pekerja di sektor batu bara sebanyak 150.000 di tahun 2019 dengan komposisi tenaga kerja asing 0,1 persen.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa Perpres tersebut tidak serta merta mempensiunkan PLTU yang ada saat ini juga. Sehingga masih ada waktu bagi perusahaan swasta maupun BUMN, dalam hal ini PT PLN (Persero) untuk melakukan persiapan.
“Kan kalau pensiun itu enggak sekarang ya. Rencananya PLTU milik PLN itu ada sebagian yang akan dipensiunkan secara alami, artinya sudah tua dan habis masa operasinya, ya dipensiunkan. Tapi ada juga ada yang lebih awal dipensiunkan. Saya kira perusahaan akan mencari opsi agar pekerja bisa dialihkan ke unit lain,” kata Fabby, Jumat (7/10/2022).
Fabby melanjutkan, untuk mengatasi masalah tenaga kerja di industri PLTU, perusahaan baik PLN maupun swasta perlu mempersiapkan karyawannya dengan baik. Dia menekankan pentingnya retraining dan reskilling agar para pekerja bisa memenuhi persyaratan untuk ditempatkan di unit usaha lainnya, seperti pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Saya kira perusahaan PLTU akan mencari opsi lain, misalkan pekerja ditempatkan di unit lain tergantung kebutuhannya. Jadi menurut saya enggak perlu khawatir, yang bisa dipersiapkan retraining dan reskilling agar pekerja bisa memenuhi persyaratan tekni yang diperlukan, itu hal yang biasa ya,” lanjut dia.
Senada dengan Fabby, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, dengan adanya transisi ke energi bersih, akan terjadi fenomena stranded skill atau keahlian lama yang tidak lagi relevan.
Bhima mengatakan, pekerja yang sudah training bertahun-tahun untuk membangun atau mengoperasikan PLTU batubara dalam beberapa tahun kedepan sudah tidak relevan lagi skill-nya. Menurutnya, reskilling para pekerja cukup penting untuk beradaptasi dengan kebutuhan industri saat ini, yaitu pengembangan energi bersih.
“Reskilling pegawai PLTU untuk beradaptasi dengan keahlian yang dibutuhkan di pengembangan energi bersih, waktunya memang tidak banyak jadi harus masif. Para pekerja itu akan kehilangan kesempatan kalau tidak melakukan re-skilling dengan adaptasi ke skill yang dibutuhkan oleh ekosistem EBT,” ungkap Bhima.
Re-skilling SDM sektor EBT
Salah satu hal yang bisa dilakukan dalam mendorong percepatan reskilling SDM di sektor EBT, yakni dengan menggandeng institusi pendidikan untuk melakukan penyesuaian kurikulum atau jurusan spesifik terkait EBT.
“Disaat bersamaan perguruan tinggi harus mengurangi jurusan pertambangan dan teknik yang berkaitan dengan energi fosil,” lanjut dia.
Selain itu, pemerintah dapat memberikan insentif kepada perguruan tinggi atau sekolah vokasi yang membuka jurusan EBT. Ia juga menekankan pentingnya pemerintah mengambil peran untuk menjamin hak pekerja yang mengalami PHK di sektor pembangkit batubara.
“Jika terjadi pensiun dini atau PHK disektor pembangkit batu bara maka tugas pemerintah adalah menjamin hak-hak dari pekerja sesuai dengan ketentuan regulasi ketenagakerjaan seperti pesangon, dan kompensasi lainnya,” tegas Bhima.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Presiden Minta PLTU Batu Bara Dipensiunkan, Bagaimana Nasib Pekerjanya?", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2022/10/07/094000626/presiden-minta-pltu-batu-bara-dipensiunkan-bagaimana-nasib-pekerjanya-?page=all#page2.