Find Us On Social Media :
Ilustrasi mengganti oli mesin pada mobil LCGC (SHUTTERSTOCK) (kompas.com)

Dampak Gonta-Ganti Merek Oli Adalah Kurang Optimalnya Kinerja Mesin, Fakta Atau Mitos?

Vivi Callvella Kamis, 13 Agustus 2020 | 18:57 WIB

SONORABANGKA.ID - Kadang-kadang kita mendengar anggapan masyarakat seputar larangan gonta-ganti merek oli. Kalau dilakukan, salah satu dampak yang diyakini terjadi, adalah kurang optimalnya kinerja mesin.

Didi Ahadi, sebagai Dealer Technical Support Dept. Head PT Toyota Astra Motor  mengatakan, mitos seputar larangan gonta-ganti merek oli tidak benar. Sepanjang spesifikasi oli masih sama, pemilik kendaraan bebas untuk mengganti merek oli sesuai dengan yang disukainya.

“Tidak masalah bila pemilik kendaraan ingin mengganti oli A atau B karena faktor promosi, harga, atau karena ingin mencoba kualitas yang lebih baik,” ujar Didi kepada Kompas.com.

Menurut Didi, setiap produsen kendaraan hampir tidak pernah menyarankan penggunaan merek tertentu. Sebab saran yang diberikan lebih ke jenis oli. Untuk jenis oli inilah yang diharapkan Didi diperhatikan oleh pemilik kendaraan.

“Jangan sampai mobilnya diharuskan menggunakan oli kadar SAE 10-40, tapi malah memakai kadar SAE 0-20 karena lagi ada produk baru. Padahal belum cocok untuk kendaraan,” kata Didi.

Walau tidak mempermasalahkan gonta ganti merek oli, Didi mengatakan sangat jarang menemukan konsumen yang demikian. Karena, konsumen dianggap punya kecenderungan loyal terhadap merek oli yang digunakannya.

“Karena kalau konsumen sudah yakin dengan pilihannya pasti dia akan merasa enggan untuk mengganati dengan merek lain,” tutur Didi.

Biaya

Ada dua proses pergantian oli yang belum banyak diketahui oleh sebagian pemilik kendaraan, yakni ganti dan kuras oli. Adanya perbedaan proses ini yang membuat biayanya juga berbeda.

Didi mengatakan, perbedaan biaya antara ganti oli dan kuras oli disebabkan karena jumlah pemakaian oli baru.