Find Us On Social Media :
Ilustrasi (Shutterstock )

Ternyata Sindrom Patah Hati Bisa Membunuh, Jadi Jangan Sedih Ya

Riska Tri Handayani Sabtu, 31 Oktober 2020 | 11:21 WIB

SonoraBangka.id - Patah hati adalah hal universal. Siapa pun di belahan dunia mana pun, dari suku apa pun, mungkin pernah merasakan sakitnya.

Ketika mendengar kata “patah hati” saja, mungkin bisa terbayang sedihnya ketika harus berpisah dengan mantan.

Begitu pedih sehingga dada terasa sesak dan sulit bernapas.

Nah, tahukah kamu, ketika dada terasa sesak dan kesulitan bernapas saat sedang bersedih bisa jadi kamu sedang terserang “sindrom patah hati”?

Ya, meski namanya agak aneh, sindrom patah hati itu nyata.

Sindrom patah hati adalah kondisi medis yang benar terjadi.

Penderitanya mengalami sesak dada yang intens-persis seperti serangan jantung.

Itu terjadi saat mereka mengalami tekanan emosional yang mendalam seperti, kehilangan orang terkasih, putus cinta, dikhianati pasangan, perceraian, kehilangan pekerjaan atau masalah besar lainnya yang menyebabkan stres berlebihan.

Rasa sakit di dada ini diakibatkan oleh jantung yang tiba-tiba melemah.

Dalam istilah kedokteran kondisi ini disebut sebagai stress-induced cardiomyophaty atau takotsubo cardiomyopathy.

Gejala sindrom patah hati Gejala yang paling umum adalah sesak dada.

Namun bisa juga diikuti dengan gejala lainnya seperti mual, pusing, tekanan darah rendah, dan detak jantung yang tidak teratur.

Efek ini bisa muncul beberapa jam setelah kejadian emosional yang besar.

Karakteristik sindrom patah hati ini persis sekali dengan serangan jantung, sehingga sering disalahartikan.

Namun yang membedakan, pada sindrom patah hati, tidak ada aliran darah yang tersumbat.

Semua bagian jantung bekerja normal tetapi denyut jantung tidak teratur.

Sampai saat ini pun dokter masih mencari tahu mengapa hal ini bisa terjadi.

Tetapi beberapa ahli beranggapan, hormon stres yang dikeluarkan secara berlebihan saat mengalami syok atau patah hati membuat jantung melemah.

Nah uniknya, meski bisa menyerang siapa saja, sindrom patah hati ini lebih sering terjadi pada perempuan berusia 50 tahun ke atas.