SonoraBangka.ID - Pemerintah resmi menerapkan aturan larangan ekspor CPO atau Crude Palm Oil yang berlaku sejak 28 April 2022 kemarin.
Kebijakan larangan ekspor ini juga tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor CPO, Refined, Bleached and Deodorized (RBD) Palm Oil, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy (PASPI) Tungkot Sipayung menilai larangan ini tidak efektif untuk menyelesaikan permasalahan minyak goreng.
Sebab berdasarkan faktanya para petani kelapa sawit masih kesulitan menjual tandan buah segar (TBS) miliknya. Apalagi selama Permendag No 22 Tahun 2022 tersebut diterapkan, tidak terjadi penurunan harga minyak goreng secara signifikan.
“Artinya, pelarangan ekspor ini bukan cara yang tepat untuk membuat harga minyak goreng di dalam negeri murah,” ujar Tungkot dalam siaran resminya, Senin (16/5/2022).
Bahkan, selama ada pelarangan ekspor, lanjut Tungkot, malah terjadi penyelundupan minyak goreng ke luar negeri. “Jadi kebijakan ini tidak efektif,” katanya.
Menurut Tungkot, kebijakan yang efektif yakni distribusi minyak goreng subsidi yang sedang dilakukan Perum Bulog. Bulog turun tangan mendistribusikan minyak goreng dengan harga Rp 14.000 per liter.
Anggota Dewan Pakar Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Wayan Supadno mengamininya.
Dia mengungkapkan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng berdampak serius kepada petani sawit.
Wayan menjelaskan, total produksi CPO nasional pada 2021 sebanyak 52 juta ton. Di mana dari total produksi tersebut, sekitar 34 juta ton diekspor, sedangkan yang 18 juta ton digunakan untuk kebutuhan dalam negeri baik untuk pangan, energi maupun oleochemical.