SonoraBangka.id - Saat ini, polemik perkebunan sawit di Provinsi Bangka Belitung menjadi perbincangan utama dalam acara Ngobrol Bareng Politisi 2024 (Ngopi 024) yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung.
Pada acara tersebut, sejumlah narasumber menyampaikan pandangan dan solusi terkait permasalahan sawit di wilayah tersebut.
Wakil Ketua DPRD Bangka Belitung, Beliadi, mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit diduga banyak tidak memenuhi kewajiban mereka terhadap masyarakat, khususnya terkait dengan kewajiban plasma sebesar 20 persen.
Ini telah mengakibatkan banyak hak masyarakat yang terabaikan.
"Hampir seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit itu, tidak terpenuhi plasma 20 persen. Pengamatan banyak hak masyarakat yang terabaikan dan tidak terpenuhi, sehingga kami sepakat membentuk pansus dan sekarang sedang bekerja," ungkap Beliadi.
Sebagai respons, DPRD membentuk pansus stabilitas harga TBS sawit dan izin perkebunan sawit untuk meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
Pansus ini bertujuan untuk mengatasi polemik yang telah terjadi dan meminimalisirnya.
"Melalui pansus apa yang tidak benar akan kami benahi, apa yang kurang akan kami perintahkan cukupkan agar mereka bisa memberikan hak-hak masyarakat," tegasnya.
Wakil Ketua Pansus Stabilitas Harga TBS Sawit dan Izin Perkebunan Sawit DPRD Bangka Belitung, Eka Budiartha, menjelaskan bahwa polemik muncul akibat perusahaan sawit yang tidak mengikuti harga yang telah ditetapkan.
Harga sawit yang bervariasi menjadi sumber permasalahan, dan banyak perusahaan membuat harga yang berbeda-beda.