Find Us On Social Media :
Ilustrasi KRL Jabodetabek. (SHUTTERSTOCK)

Pilih Impor KRL dari China, KCI Bantah Ada Konflik Kepentingan

Marselus Wibowo Rabu, 7 Februari 2024 | 11:52 WIB

SonoraBangka.ID - PT Kereta Commuter Indonesia atau KCI membantah adanya konflik kepentingan dari keputusan memilih impor rangkaian KRL baru dari China ketimbang Jepang.

KCI diketahui telah meneken kontrak impor tiga rangkaian KRL baru senilai Rp 783 miliar dari perusahaan asal China, CRRC Sifang Co Ltd pada 31 Januari 2024.

Keputusan itu menimbulkan dugaan di publik bahwa adanya ancaman dari China Development Bank (CDB) yang akan menahan pemberian utang proyek Kereta Cepat Whoosh jika Indonesia pilih Jepang.

Sebab proposal awal pengadaan KRL yang diterima oleh KCI berasal dari J-TREC, produsen KRL asal Jepang yang seluruh sahamnya dimiliki JR-East.

Namun keputusan akhir pemesanan dilakukan dari CRRC Sifang, produsen asal China yang juga memproduksi Kereta Cepat Whoosh.

Menanggapi hal itu, Vice President Corporate Secretary KCI Anne Purba mengatakan keputusan pengadaan impor rangkaian KRL baru dari CRRC Sifang tidak ada hubungannya dengan proyek Kereta Cepat Whoosh.

"Tidak ada hubungannya, pure (murni) enggak ada hubungannya. Pengadaannya, prosesnya, benar-benar pengadaan. Tidak ada pengaruh dari siapa pun," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Pusat KCI, Jakarta, Selasa (6/1/2024).

Ia menjelaskan, KCI telah melakukan komunikasi dengan berbagai pihak penyedia atau manufaktur dari beberapa negara produsen sarana kereta untuk pengadaan KRL baru.

Proposal yang datang memang salah satunya dari J-TREC. Anne bilang, dalam proses yang berlangsung terjadi perubahan biaya pengadaan KRL dari proposal yang diajukan J-TREC di Juni 2023 dengan Oktober 2023.

Menurut Price Proposal JR East tanggal 30 Juni 2023 yang pernah dibagikan oleh Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Usaha PT KAI John Robertho saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR RI, Selasa (19/9/2023), harga 3 KRL baru dari pabrikan asal Jepang senilai Rp 676,8 miliar (asumsi kurs Rp 104,44 per yen).