Dokter Reisa, Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional
Dokter Reisa, Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional ( covid19.go.id)

Dokter Reisa Sebut Melakukan Rapid Test Bukan Berarti Dikarantina

21 Juni 2020 16:02 WIB

SONORABANGKA.ID - Rapid Test atau tes cepat, merupakan langkah awal identifikasi apakah seseorang sedang terinfeksi virus menggunakan antibodi yang diambil dari sampel darah.

Tes cepat hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih menggunakan standar operasional yang diyakini oleh para ahli tenaga medis dan tidak berbahaya.

Pelaksanaannya justru akan membantu seseorang, orang lain, dan pemerintah untuk melacak kontak fisik dengan carrier atau orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dokter Reisa Broto Asmoro mengungkapkan, menjalani rapid test antibodi juga bukan berarti dikarantina.

Seseorang yang di rapid test masih dapat beraktivitas dengan menjalankan protokol kesehatan, selama hasilnya negatif atau non-reaktif.

"Menjalani Rapid Test, tidak sama dengan dikarantina," ucap Dokter Reisa di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (20/6).

"Jangan takut untuk beraktivitas selama menjalankan protokol kesehatan, apabila hasil rapid test tidak reaktif," tambah Dokter Reisa.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, prinsip rapid test atau tes cepat yang disebut sebagai Rapid Diagnosis Test, sebenarnya ditujukan kepada orang yang pernah melakukan kontak erat dengan pasien positif.

Adapun rapid test yang dilakukan oleh pemerintah tetap menargetkan orang-orang yang berisiko tinggi. Tenaga kesehatan diseluruh Indonesia melakukan pelacakan terhadap orang-orang yang melakukan kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif. Upaya ini, disebut sebagai contact tracing.

Menurut Dokter Reisa, rapid test berpotensi dilakukan di tempat keramaian atau kerumunan apabila memang diperlukan.

"Jadi, apabila lokasi tersebut diduga berkaitan dengan ditemukannya kasus positif, maka tes masif dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi," jelasnya. 

Sedangkan, rapid test secara massal yang sering dilakukan di beberapa tempat keramaian, seperti pabrik, pasar dan perkantoran, adalah dengan tujuan menapis atau skrining awal.

"Ini meminimalisir kalau ada orang yang membawa virus, tapi tidak sakit, dan kemudian berpergian secara bebas," jelas Dokter Reisa.

Dalam hal ini, carrier atau orang yang membawa virus akan membahayakan anggota masyarakat lainnya, terutama bagi yang rentan seperti balita, orang tua atau lansia, dan mereka yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid.

"Ini berarti, rapid test membantu kita menemukan orang yang harus dirawat, agar segera sembuh, dan tidak malah menimbulkan komplikasi, dan membantu mengetahui jumlah orang yang membawa virus, tapi tetap sehat," jelas Dokter Reisa.

"Mereka harus melindungi orang lain, jangan sampai kalau tidak ditanggulangi, maka bisa menulari orang lain. Orang seperti ini, bisa diisolasi mandiri di rumah, atau fasilitas lain," pungkasnya.

Sumbercovid19.go.id
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
101.1 fm
103.5 fm
105.9 fm
94.4 fm