im Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional dr. Reisa Broto Asmoro
im Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional dr. Reisa Broto Asmoro ( covid19.go.id)

Mewaspadai Ancaman DBD di Masa Pandemi, Lakukan Pencegahan Ini

4 Juli 2020 09:19 WIB

SONORABANGKA.ID - Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia masih terus mengalami peningkatan ditengah pandemi Covid-19 yang melanda saat ini.

Berdasarakan laporan Kementerian Kesehatan, tercatat hingga kini jumlah kasus DBD di Indonesia mencapai lebih dari 700 ribu kasus.

Gugus Tugas Nasional meminta masyarakat juga waspada terhadap ancaman DBD di saat masih harus berjuang melawan Covid-19.

Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional dr. Reisa Broto Asmoro menyebutkan, DBD adalah salah satu tantangan terberat Pemerintah Indonesia, beban kesehatan masyarakat yang juga mengancam kesehatan.

Angka kematian akibat kasus DBD yang tersebar di 465 wilayah administrasi di tingkat kabupaten dan kota hampir mencapai 500 jiwa. 

“Di tengah pandemi Covid-19, kita juga harus menekan angka kesakitan DBD. Kita harus tetap bergerak, memantau nyamuk baik secara mandiri, bersama-sama, maupun bekerja sama dengan pemerintah,” ujar dokter Reisa saat konferensi pers di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Jumat (3/7/2020).

Ia meminta warga untuk menjaga kebersihan lingkungan secara rutin satu bulan sekali.

“Sekarang kita mulai produktif kembali, maka, mari perhatikan saluran air, tempat nyamuk bertelur, dan tempat-tempat dengan reservoir air,” kata Reisa. 

Nyamuk aedes aegypti lebih senang bersarang di air yang bersih yang dibiarkan tergenang.

Dokter Reisa menyampaikah langkah pencegahan dengan melakukan 3M, yakni menguras penampungan air bersih atau mengeringkan genangan air, menutup kolam atau wadah penampungan air dan mengubur barang bekas atau mendaur ulang limbah bekas agar tidak menjadi sarang nyamuk. 

“Itu adalah langkah-langkah utama pencegahan DBD,” tegas dr. Reisa.

Langkah lain yang praktis yaitu jangan menggantung pakaian bekas pakai yang berpotensi menjadi tempat bersembunyi nyamuk DBD di dalam rumah. 

“Nah, kebiasaan baru yang mengharuskan kita untuk membersihkan diri setelah sampai di rumah, sekaligus memastikan pakaian yang kita pakai setelah aktivitas langsung dicuci. Sejalan dengan pesan pemerintah untuk memberantas COVID-19, sekaligus dapat mencegah DBD,” ujarnya. 

Lebih lanjut, dokter Reisa meminta warga untuk berkoordinasi dengan pihak pengelola lingkungan dalam upaya pemberantasan nyamuk di pemukiman.  

“Ya terutama, dimulai dari rumah Anda sendiri. Dalam adaptasi kebiasaan baru di mana kita menjalani kebijakan pengaturan waktu kerja, penggiliran hari kerja, pergantian hari berkantor, dan bisa bekerja dari rumah atau work from home, memberikan kita waktu untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk di rumah dan lingkungan sekitar rumah kita,” kata dr. Reisa. 

Sementara itu, ia juga menyampaikan ciri-ciri gejala DBD. Menurutnya, gejala DBD tidak langsung muncul. Seseorang baru merasakan gejala pada 4 hingga 10 hari setelah digigit nyamuk bervirus dengue. Gejala paling umum yaitu demam tinggi hingga 40 derajat celcius. 

Gejala lain berupa sakit kepala, nyeri tulang, nyeri otot, mual, muncul bintik merah di kulit hingga pendarahan pada hidung dan gusi. 

“Bintik-bintik merah yang muncul di permukaan kulit merupakan tanda terjadinya pendarahan pada kulit akibat penurunan trombosit. DBD bisa berkembang menjadi kondisi berat dan merupakan kegawatan, yang disebut dengan dengue shock, atau DSS, dengue shock syndrome,” ujar dr. Reisa.

Ia menambahkan, gejalanya berupa muntah, nyeri perut, perubahan suhu tubuh dari demam menjadi dingin atau hipotermia, dan melambatnya denyut jantung. DBD menyebabkan kematian ketika penderitanya mengalami syok karena perdarahan. 

Belum ada obat spesifik untuk melawan DBD. Pemberian obat hanya ditujukan untuk mengurangi gejalanya, misalnya demam, nyerinya, serta mencegah komplikasi. Selain itu, penderita DBD dianjurkan untuk banyak istirahat dan cukup minum agar tidak mengalami dehidrasi. 

Dokter Reisa mengingatkan bahwa puncak kasus DBD biasa terjadi menjelang pertengahan tahun seperti sekarang ini. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa wilayah dengan banyak kasus DBD merupakan wilayah dengan kasus COVID-19 yang tinggi seperti Jawa Barat, Lampung, NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sulawesi Selatan. 

“Fenomena ini memungkinkan seseorang yang terinfeksi COVID-19, juga beresiko terinfeksi DBD. Pada prinsipnya sama, pada prinsipnya, upaya untuk mencegahnya adalah menghindari infeksi, dan untuk DBD, gigitan nyamuk,” ujarnya.

Ia meminta masyarakat untuk bersama-sama membasmi DBD dan terus melawan COVID-19. 

“Mari lindungi diri kita, lindungi keluarga, mulai dari rumah untuk melawan COVID-19 dan mencegah DBD. Tetap sehat, tetap semangat,” tutup dr. Reisa.

Sumbercovid19.go.id
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
101.1 fm
103.5 fm
105.9 fm
94.4 fm