SonoraBangka.id - Rasa lelah biasanya akan timbul, jika kita bekerja atau melakukan akt
Bagaimana cara Otak Untuk Memproses Rasa Lelah? Berikut Penjelasannya
Rasa lelah biasanya akan timbul, jika kita bekerja atau melakukan aktifitas secara terus menerus tanpa beristirahat.
Temuan studi terbaru menguatkan studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa, di saat orang sedang lelah, aktivitas korteks motorik menurun, sehingga lebih sedikit sinyal yang dikirim ke otot, menyebabkan pengurangan tenaga selama berolahraga.
Sementara itu, olahraga di luar rumah seperti berlari, bersepeda untuk waktu lama, atau melakukan push up dengan beberapa kali pengulangan, bisa membuat tubuh kita merasa lelah.
Namun, setengah dari rasa lelah itu bisa jadi ada di kepala kita.
Nah, perlu diketahui bahwa cara otak memproses rasa lelah dapat menjadi terapi bagi kita untuk meningkatkan performa saat berolahraga.
Bisakah temuan ini menjadi acuan para peneliti untuk melakukan sesuatu pada korteks motorik seseorang agar orang tersebut tidak mengalami kelelahan? Jawabannya belum tentu.
Riset yang dilakukan Vikram Chib, Ph.D, asisten profesor teknik biomedis di Johns Hopkins University School of Medicine, mengatakan bahwa sepertinya mereka bisa saja menggunakan stimulasi otak non-invasif untuk membuat aktivitas korteks motorik selaras dengan ekspektasi performa seseorang.
Mungkin, hal lain yang dapat mereka lakukan adalah dengan mengenalkan strategi kognitif untuk membuat orang mengubah cara mereka berusaha.
Pada studi ini, peneliti meminta 20 partisipan untuk memegang dan menekan sebuah sensor secara berulang.
Dari kekuatan minimum hingga maksimum, mereka melakukan hal itu dalam tingkat berbeda.
Kemudian, peneliti memanfaatkan data yang mereka peroleh dari pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dan komputer.
Akhirnya ditemukan bahwa rasa lelah muncul dari korteks motorik, menurut co-author studi,
Korteks motorik adalah daerah di otak yang bekerja untuk mengendalikan gerakan otot.
Sementara itu, untuk mengetahui bagaimana korteks motorik memengaruhi fungsi otak, peneliti memberi dua pilihan kepada partisipan.
Menetapkan jumlah usaha dari lemparan koin yang memungkinkan mereka tidak berusaha atau melakukan usaha yang tidak ditentukan sebelumnya, adalah salah satu pilihan yang dianggap lebih berisiko oleh partisipa.
Peneliti dapat melihat seberapa besar setiap peserta menghargai usaha mereka melalui pengenalan sesuatu yang tidak pasti.
Itu bisa memberi gambaran bagaimana orang akan memilih untuk bertahan, bahkan ketika mereka merasa lelah.
Kepada Bicycling, Chib mengetakan bahwa mereka menemukan orang yang cenderung menjauhi risiko untuk menghindari sebuah upaya.
Hampir seluruh partisipan kecuali satu orang memilih opsi yang lebih aman.
Sementara itu dari hasil pemindaian, korteks motorik tidak aktif selama seseorang dalam proses pengambilan keputusan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Memahami Cara Otak Memproses Rasa Lelah", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/09/18/164000820/memahami-cara-otak-memproses-rasa-lelah.
ifitas secara terus menerus tanpa beristirahat.
Temuan studi terbaru menguatkan studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa, di saat orang sedang lelah, aktivitas korteks motorik menurun, sehingga lebih sedikit sinyal yang dikirim ke otot, menyebabkan pengurangan tenaga selama berolahraga.
Sementara itu, olahraga di luar rumah seperti berlari, bersepeda untuk waktu lama, atau melakukan push up dengan beberapa kali pengulangan, bisa membuat tubuh kita merasa lelah.
Namun, setengah dari rasa lelah itu bisa jadi ada di kepala kita.
Nah, perlu diketahui bahwa cara otak memproses rasa lelah dapat menjadi terapi bagi kita untuk meningkatkan performa saat berolahraga.
Bisakah temuan ini menjadi acuan para peneliti untuk melakukan sesuatu pada korteks motorik seseorang agar orang tersebut tidak mengalami kelelahan? Jawabannya belum tentu.
Riset yang dilakukan Vikram Chib, Ph.D, asisten profesor teknik biomedis di Johns Hopkins University School of Medicine, mengatakan bahwa sepertinya mereka bisa saja menggunakan stimulasi otak non-invasif untuk membuat aktivitas korteks motorik selaras dengan ekspektasi performa seseorang.
Mungkin, hal lain yang dapat mereka lakukan adalah dengan mengenalkan strategi kognitif untuk membuat orang mengubah cara mereka berusaha.
Pada studi ini, peneliti meminta 20 partisipan untuk memegang dan menekan sebuah sensor secara berulang.
Dari kekuatan minimum hingga maksimum, mereka melakukan hal itu dalam tingkat berbeda.
Kemudian, peneliti memanfaatkan data yang mereka peroleh dari pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dan komputer.
Akhirnya ditemukan bahwa rasa lelah muncul dari korteks motorik, menurut co-author studi,
Korteks motorik adalah daerah di otak yang bekerja untuk mengendalikan gerakan otot.
Sementara itu, untuk mengetahui bagaimana korteks motorik memengaruhi fungsi otak, peneliti memberi dua pilihan kepada partisipan.
Menetapkan jumlah usaha dari lemparan koin yang memungkinkan mereka tidak berusaha atau melakukan usaha yang tidak ditentukan sebelumnya, adalah salah satu pilihan yang dianggap lebih berisiko oleh partisipa.
Peneliti dapat melihat seberapa besar setiap peserta menghargai usaha mereka melalui pengenalan sesuatu yang tidak pasti.
Itu bisa memberi gambaran bagaimana orang akan memilih untuk bertahan, bahkan ketika mereka merasa lelah.
Kepada Bicycling, Chib mengetakan bahwa mereka menemukan orang yang cenderung menjauhi risiko untuk menghindari sebuah upaya.
Hampir seluruh partisipan kecuali satu orang memilih opsi yang lebih aman.
Sementara itu dari hasil pemindaian, korteks motorik tidak aktif selama seseorang dalam proses pengambilan keputusan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Memahami Cara Otak Memproses Rasa Lelah", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/09/18/164000820/memahami-cara-otak-memproses-rasa-lelah.