Singkatnya, face shield astronot itu belum bisa dikatakan sebagai pelindung wajah yang efektif, jika dibandingkan dengan masker.
Meski sudah memiliki filter HEPA, BioVyzr masih perlu diuji filtrasinya.
Raina MacIntyre, Head of the Kirby Institute’s biosecurity research program University of New South Wales, mengatakan dalam ulasannya terhadap BioVyzr, ia memperingatkan jika face shield itu tidak memberikan segel yang sempurna pada semua permukaan kontak.
Udara tanpa filter akan mengalir melalui celah.
"Alasan membutuhkan penyegelan yang sempurna adalah untuk memaksa seluruh udara masuk hanya melalui filter saja," imbuhnya.
Sementara itu, pencipta face shield berbentuk bubble, Yena Young juga mengakui kalau karyanya lebih sebagai seni daripada inovasi medis.
"ISphere tidak memiliki bukti medis dan menurut saya itu tidak lebih baik dari masker N95,” katanya.
Namun, kembali ia menambahkan, tentunya ini membuka diskusi tentang perspektif kita dan kebingungan karena kurangnya pengetahuan ilmiah.
Kebutuhan untuk bisa mengenali orang bermasker adalah alasan membuat face shield bubble ini
Seorang peneliti Jepang melaporkan pada akhir September lalu, bahwa masker wajah memberikan perlindungan yang efektif dan masker dapat menghalangi sebagian besar percikan air liur dari orang yang sedang batuk.
Sementara itu, pelindung wajah plastik tidak terlalu efektif untuk melindungi orang lain, tetapi mungkin hanya melindungi pemakainya dari percikan air liur orang lain.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Seefektif Apa "Face Shield" Astronot Cegah Penularan Covid-19?", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/10/06/181858120/seefektif-apa-face-shield-astronot-cegah-penularan-covid-19?page=2.