Dugaannya, perempuan dengan usia tersebut memiliki level testorteron yang lebih rendah. Tetapi hal ini pun masih asumsi.
Dalam wawancaranya dengan Healthline, Felix Elwert, Ph.D., associate professor of sociology dari University of Wisconsin-Madison, mengatakan bahwa sindrom patah hati merupakan kondisi yang sudah diteliti selama 150 tahun.
Namun tetap saja, masih banyak misteri yang meliputi kondisi ini.
Bagi kamu yang pernah mengalaminya, kondisi stress-induced cardiomyophaty terlihat seperti sakit dada biasa, karena hilang dalam waktu yang singkat.
Namun, bila sindrom patah hati ini sering terjadi setiap kali mengalami kejadian menyedihkan maka kesehatan otot jantung bisa terganggu dan menyebabkan penyakit gagal jantung.
Segeralah periksakan diri ke dokter jika kamu mengalaminya.
Dokter dapat mendiagnosis penyakit ini lewat beberapa test, seperti:
Bagaimana cara mencegahnya?
Dokter memiliki beberapa saran untuk mencegah timbulnya broken heart syndrome.
Karena, sampai sekarang masih banyak misteri di balik terjadinya kondisi ini.
Contohnya adalah dengan berolah raga dan melakukan pola hidup sehat.
Namun di sisi lain, kamu dapat melatih diri untuk mengelola pikiran sehingga tidak mudah tenggelam dalam stres dan kesedihan yang berlarut-larut.
Pada masa sekarang masih banyak yang ragu atau malu berkonsultasi ke dokter spesialis jiwa perihal kondisi yang dialami, padahal dengan bercerita mengenai emosi yang dirasakan kepada profesional dapat membantu menanganinya.
Jadi, mulai sekarang sebaiknya jangan sering bersedih lagi, ya!
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jangan Sering Sedih! Sindrom Patah Hati Bisa Membunuh", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/05/06/193944320/jangan-sering-sedih-sindrom-patah-hati-bisa-membunuh?page=2.