SonoraBangka.ID -
Di kuartal pertama tahun 2021 ini, tersiar kabar cukup mengejutkan yang datang dari perusahaan ride hailing, Gojek.
Gojek dikabarkan sedang dalam tahap diskusi lanjutan dengan pionir e-commerce Tokopedia terkait rencana penggabungan unit usaha (merger).
Menurut sumber yang mengetahui hal ini, dua perusahaan rintisan raksasa Indonesia itu dikabarkan telah menandatangani lembar persyaratan terperinci untuk melakukan uji tuntas bisnis masing-masing.
"Kedua belah pihak pihak melihat potensi sinergi dan ingin menutup kesepakatan secepat mungkin dalam beberapa bulan mendatang," kata sumber yang tidak ingin disebutkan namanya itu, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Bloomberg, Selasa (5/1/2021).
FYI aja nih sob, Gojek saat ini memiliki valuasi sekitar 10,5 miliar dollar AS (sekitar Rp146,1 triliun). Sedangkan Tokopedia dengan valuasi sekitar 7,5 miliar dollar AS (sekitar Rp 104,4 triliun).
Bayangin aja rencana merger Gojek-Tokopedia ini terwujud, entitas gabungan baru nantinya akan memiliki valuasi gabungan lebih dari 18 miliiar dollar AS (sekitar Rp 250,5 triliun). Duit segitu kira-kira bisa go-foodin apa aja ya?
Wah kalo udah gitu, gabungan dari keduanya disinyalir bakal mendominasi berbagai sektor di Tanah Air karena menggabungkan unit usaha di sektor pemesanan kendaraan dan pembayaran hingga belanja dan pengiriman online.
Struktur kepemilikan saham dari entitas gabungan tersebut kabarnya juga masih dalam tahap pembahasan.
Perwakilan Gojek dan Tokopedia sendiri menolak untuk berkomentar terkait isu merger ini. Gojek dan Tokopedia disinyalir telah mempertimbangkan potensi merger sejak 2018.
Namun kabar tersebut tak terdengar lagi. Belakangan, Gojek justru santer diberitakan akan segera bergabung dengan pesaing terdekatnya, Grab.
Namun, menurut sumber yang familiar dengan masalah merger ini, pembicaraan kesepakatan Gojek-Grab menemui jalan buntu. Lalu, Tokopedia memanfaatkan momen ini untuk mempercepat lagi diskusi soal penggabungan usaha dengan Gojek.
Rencana merger antara Gojek dan Tokopedia kemungkinan akan menghadapi oposisi regulasi yang lebih sedikit daripada kesepakatan Gojek-Grab sebelumnya.
Merger Gojek-Grab menemui jalan buntu?
Kabar penggabungan atau merger dua perusahaan raksasa ride hailing di Asia Tenggara, Grab dan Gojek terus mencuat sepanjang tahun 2020.
Belakangan, pihak Grab memberikan beberapa persyaratan terkait merger Gojek-Grab ini. Pertama, Grab ingin CEO sekaligus pendirinya, Anthony Tan, menjadi "CEO seumur hidup" secara de facto, dari entitas hasil penggabungan Grab-Gojek nantinya.
Kalo emang merger Gojek dengan Tokopedia nanti jadi, Grab kemungkinan besar akan tampil sebagai pemimpin di sektor ride hailing, karena memiliki valuasi lebih tinggi dari Gojek dan beroperasi di lebih banyak pasar, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Nikkei Asia, Senin (28/12/2020).
Grab juga dikabarkan menambahkan beberapa klausal sebagai persyaratan merger, termasuk memberikan Tan hak suara yang besar di perusahaan entitas, hak veto atas keputusan dewan, dan kendali atas penghasilannya sendiri.
Sumber lainnya mengatakan bahwa kondisi seperti "siapa yang dapat menunjuk, dan dalam kondisi apa, CEO (grup) baru jika (Tan) meninggal" juga sedang dibahas antara kedua perusahaan. Jika semua klausul persyaratan dari Grab disetujui, maka Tan akan mendapat kekuasaan yang signifikan atas entitas baru gabungan dari dua perusahaan decacorn di Asia Tenggara itu.
Menurut salah satu sumber, ketidaksepakatan utama dari rencana merger ini adalah soal struktur kepemilikan saham dari entitas gabungan.
Gojek sendiri telah meminta 40 persen bagian saham dari entitas merger. Jumlah tersebut, menurut Grab, secara fundamental terlalu banyak mengingat Grab berada dalam kondisi keuangan yang lebih baik.
Di Indonesia sendiri, isu merger Gojek-Grab sudah mendapatkan penolakan keras dari mitra driver ojek online karena dikhawatirkan akan mengurangi persaingan di sektor ride-hailing. Ketua Presidium Nasional Garda Indonesia, Igun Wicaksono mengatakan rencana merger ini juga dikhawatirkan akan memicu terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para mitra pengemudi ojek online, dengan dalih efisiensi perusahaan.