"Kami berharap Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, DPR RI, Pemprov. Babel dan DPRD Babel untuk duduk bersama, memberikan solusi agar pertambangan di Babel ini berimbas baik terhadap pembangunan Provinsi Babel itu sendiri," ucapnya.
Di samping itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2019, tarif royalti logam timah ditetapkan hanya sebesar 3%. Bandingkan dengan royalti hasil pertambangan lain, seperti royalti batu bara 7%, bijih besi 10%, bijih nikel 10%, emas 5%, perak 3,25%, dan bauksit 7%. Oleh karena itu, seiring dengan target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA) Minerba yang cenderung meningkat setiap tahunnya, maka Bang ER mengusulkan agar royalti dinaikkan menjadi 10%.
"Hal ini penting, karena kapasitas fiskal Babel masih rendah, naif rasanya apabila daerah kami sebagai salah satu daerah penghasil SDA yang tinggi, tidak mendapatkan hak yang layak. Sehingga wajar kami meminta hak kami untuk membangun daerah, peluang yang paling cepat yakni royalti yang minta dinaikkan, karena selama ini hanya 3%," ungkapnya.
Gubernur Erzaldi juga menambahkan, penerimaan Babel dari PNBP SDA (sumber daya alam) ada dari iuran tetap, landrent, dan royalti. Sedangkan khusus untuk royalti, masanya sudah lama dan tidak pernah berubah persentasenya.
Dia juga meminta Pemerintah Pusat mengeluarkan aturan larangan ekspor untuk bahan baku logam timah dalam rangka mendorong industrialisasi dan peningkatan nilai tambah mineral bagi Babel, serta memperketat pengawasan ekspor logam tanah jarang.
Sementara itu Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengatakan terkait aspirasi tersebut, Komisi VII DPR RI akan menindaklanjuti dalam Rapat Kerja atau Rapat Dengar Pendapat dengan mitra terkait, dalam hal ini Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN.
"Secepatnya, saya akan tindaklanjuti dengan mengundang Menteri Keuangan dan Mentri BUMN melalui rapat lintas komisi untuk penyelesaian persoalan ini," ujarnya.
Ketua Komisi VII Sugeng juga meminta Anggota DPR RI Dapil Bangka Belitung, yakni Rudianto Tjen, Bambang Patijaya, dan Zuristyo Firmadata untuk mengawal aspirasi ini hingga menghasilkan kebijakan yang dapat menguntungkan bagi semua pihak.
Mengenai royalti, Anggota VII DPR RI, Bambang Patijaya mengatakan PT Timah dapat mengalami kenaikan biaya produksi yang diakibatkan kenaikan royalti, maka dirinya mengusulkan adanya royalti berjenjang.
"Misal harga pokok produksi 18.000 dolar, tetapi apa bila harga di atas angka tersebut, maka jelas PT Timah sudah mendapatkan keuntungan, sehingga bisa saja dinaikkan 10 persen royaltinya, sehingga semua pihak senang," katanya.
Staf Khusus Gubernur Babel, Safari ANS mengatakan sebesar 3% dari royalti yang diterima sebesar 20%-nya diperuntukkan untuk Pusat, sehingga jika royalti yang diberikan naik menjadi 10%, tidak hanya berdampak pada pemerintah daerah, namun Pemerintah Pusat.
"Kerusakan lingkungan kami sudah paling parah di antara semua provinsi yang ada di Indonesia, karena PT Timah menambang sejak zaman Belanda sekarang sudah 300 tahun lebih gak pernah berhenti," ungkapnya.