SonoraBangka.id - Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Abdul Fatah menyampaikan SPBE membuat penilaian menjadi efisien dan efektif yang menuju pemerintahan dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya.
Untuk pelaksanaan reformasi birokrasi saat ini, Pemprov. Babel masih memerlukan suatu dorongan lebih tinggi supaya bisa menjadi lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Delapan area reformasi perubahan belum bisa dilakukan oleh Pemprov. Babel sebagaimana ketentuan yang tersedia.
“Di dalam kita melaksanakan reformasi birokrasi, Pemprov Babel masih belum mencapai tingkat kepuasan yang sesuai dengan harapan kita semua. Angka terakhir yang kita peroleh terhadap evaluasi reformasi birokrasi masih berada di kategori B, bahkan nilainya menurun beberapa poin dari tahun sebelumnya,” ujar Wagub Abdul Fatah belum lama ini.
Wagub Abdul Fatah juga menyoroti hal mengenai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Pemprov. Babel yang nilainya hanya bertambah sedikit demi sedikit.
Pergerakan yang lambat ini menjelaskan bahwa para penyelenggara dan pelaku tampak belum memahami pengoperasian aplikasi SAKIP.
“Apabila kita ingin menyusun SAKIP, yang menjadi pegangan kita sebagai acuan adalah visi dan misi yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Babel 2017-2022,” ujarnya.
Kemudian dari visi yang tertuang, dapat terlihat enam arahan terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang dapat memformulasikan indikator utama, indikator kunci, dan indikator individu dari seluruh OPD.
Apabila secara keseluruhan atau secara totalitas sistem yang terdiri dari sub-sub tidak dipahami maka, penyelenggara pemerintahan akan gagal dalam menyusun aplikasi SAKIP.
Karena itu, begitu akan menetapkan indikator utama maka perlu melihat tugas dan fungsinya. Selanjutnya dari tugas dan fungsi dapat dilihat faktor-faktor yang memberikan pengaruh dan daya dorong terhadap pencapaian visi dan misi organisasi.
SDM di Provinsi Babel sendiri saat ini telah memasuki bonus demografi yang mana jumlah masyarakat produktif lebih besar rasionya hingga 67% dibandingkan jumlah masyarakat yang nonproduktif.
“Dengan bonus demografi ini kita sudah harus mampu melakukan transformasi kebiasaan dari semula kita lakukan secara konvensional menjadi teknologi digital,” ungkapnya.