SonoraBangka.id - Jika waktu gajian tiba, saatnya kamu membuat anggaran bulanan.
Tentu hal tersebut dilakukan agar gaji yang kamu habiskan teralokasi untuk kebutuhan masa kini dan masa depan.
Membuat anggaran bulanan kedengarannya sepele. Tetapi manfaatnya sangat besar agar keuangan pribadi tetap stabil meski gajimu hanya sebatas UMR.
Sebesar apa pun penghasilan yang kamu terima, jika tidak ada perencanaan yang jelas dalam anggaran bulanan, uang akan menguap begitu saja. Tak tahu rimbanya. Ludes sebelum waktunya.
Membuat anggaran bulanan sebetulnya mudah. Tak perlu dibuat ribet. Begini tipsnya, seperti dikutip dari Cermati.com.
1. Hitung total pemasukan
Langkah pertama membuat anggaran bulanan adalah menghitung total pemasukan. Misalnya gaji kamu, ditambah gaji pasangan (jika sudah menikah dan bekerja), serta penghasilan tambahan (kalau ada).
Bisa saja jumlah pemasukan setiap bulan berbeda. Entah karena ada pemotongan gaji akibat pandemi, laba merosot dari usaha sampingan, atau lainnya.
Jumlahkan semua pendapatan yang diperoleh. Total pemasukan yang diperoleh dalam sebulan menjadi patokan untuk membuat anggaran.
Kalau mau keuangan stabil, pemasukan harus lebih besar daripada pengeluaran. Bukan sebaliknya.
2. Buat pos pengeluaran dan alokasi anggarannya
Untuk memudahkan dalam hal ini, sebaiknya kamu menggunakan metode atau rumus mengatur keuangan yang sesuai dengan kebutuhan. Ada yang memakai rumus 40/30/20/10, atau formula lain 50/20/30.
Sebetulnya rumus tersebut tidak saklek. Bisa kamu utak atik lagi sesuai dengan kebutuhan atau ketersediaan dana.
Sebagai contoh kamu menggunakan rumus umum 40/30/20/10. Rinciannya untuk kebutuhan sehari-hari dialokasikan anggaran 40 persen dari gaji.
Biaya sehari-hari ini meliputi, biaya makan dan minum, ongkos transportasi, kuota internet, dan lainnya termasuk dana hiburan diambil dari bujet tersebut.
Sedangkan 30 persen untuk membayar cicilan utang dan tagihan, seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR), utang pinjaman online, paylater, dan membayar tagihan listrik dan air. Sewa kos masuk dalam pos anggaran ini.
Untuk masa depan, seperti investasi dan tabungan jatahnya 20 persen. Masing-masing mendapat alokasi 10 persen. Dan sisanya 10 persen untuk amal, misal sedekah, zakat, infak, atau kebaikan lainnya.
Jika kamu menggunakan rumus 50/20/30, breakdown-nya sebesar 50 persen untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar cicilan utang. Alokasi 20 persen untuk masa depan investasi dan tabungan, 30 persen untuk membiayai keinginan.
3. Buat daftar belanja atau pengeluaran lebih rinci
Setelah tahu alokasinya, langkah selanjutnya adalah membuat daftar belanja atau pengeluaran lebih detail. Misalnya kamu masih jomblo, hanya mengandalkan penghasilan dari gaji bulanan sebesar Rp 5 juta.
Dengan rumus 40/30/20/10, berarti 40 persen atau sebesar Rp 2 juta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setelah itu, rinci lagi apa saja pengeluaranmu agar tidak keluar dari bujet tersebut.
Misal makan dan minum sehari sebesar Rp 40 ribu (masak sendiri di rumah), total sebulan Rp 1,2 juta. Ongkos transportasi ke kantor (motor) Rp 160 ribu, kuota internet Rp 70 ribu, hiburan Rp170.000.
Sebesar 30 persen atau Rp 1,5 juta untuk membayar cicilan atau tagihan. Biaya sewa kos Rp900.000, bayar tagihan listrik dan air Rp200.000, bayar cicilan kartu kredit sebesar Rp400.000.
Untuk alokasi 20 persen atau Rp 1 juta, rinciannya masing-masing Rp 500 ribu untuk investasi dan dana darurat. Sedangkan sisanya 10 persen atau Rp 500 ribu dipakai buat menyantuni anak yatim piatu.
Disiplin dengan Anggaran Bulanan yang Telat Dibuat
Sebetulnya tidak susah kan membuat anggaran bulanan? Intinya pengeluaran diatur sedemikian rupa agar tidak besar pasak daripada tiang. Gaji atau penghasilan cukup untuk sebulan.
Paling penting adalah disiplin dengan anggaran yang telah dibuat. Tidak berbelanja di luar daftar, menahan godaan promo atau diskon belanja, serta mengubah gaya hidup dari boros menjadi lebih hemat.
Membuat anggaran bulanan manfaatnya bukan hanya akan kamu rasakan hari ini, tetapi juga di masa mendatang. Pastinya kamu tidak ingin hidup sengsara di hari tua, menjadi beban untuk anak cucu.
Kalau bisa justru mampu memberikan kehidupan finansial yang mapan untuk mereka.
Supaya di kemudian hari, anak cucumu lepas dari rantai generasi sandwich.