SonoraBangka.ID -
Belakangan ini soto menjadi topik yang rame jadi perbincangan setelah seorang netizen nge-tweet soal perbedaan soto di Pulau Jawa dan Sumatera.
Namun sebenarnya, gimana sih sejarah makanan berkuah ini di Indonesia?
Asal-usul soto ini pernah ditulis oleh Ary Budianto dan Intan Kusuma Wardhani, antropolog dari Universitas Brawijaya dalam seminar Internasional orang keturunan Cina di Indonesia pada 2013 lalu di Semarang.
Melansir laman indonesia.go.id, Ari mengatakan berdasarkan sebuah footnote yang ditulis Indonesianis asal Prancis Denys Lombard, soto berasal dari makanan populer abad ke-19 yang aslinya bernama caudo atau jao to.
Dalam dialek hokian, caudo atau jao to berarti 'rerumputan' jeroan atau jeroan berempah. Lombard menyebut caudo pertama kali populer di Semarang di abad ke-19.
Hal yang hampir sama juga disampaikan seorang peneliti lain, Aji "Chen" Bromokusumo. Ia mengatakan soto berasal dari kata shao du atau sao tu yang berarti memasak jeroan.
Dari dua makna tersebut, makanan tersebut adalah makanan yang berbahan dasar utama perut binatang, jeroan yang kaya akan kaldu, lemak, berempah dan harum.
Jao to kemudian dikenalkan ke masyarakat asli Indonesia. Namun daging atau jeroan babi diganti menjadi sapi, kerbau atau ayam, menyesuaikan mayoritas warga Indonesia yang beragama Islam.
Nah, alasan penggunaan jeroan untuk isian jao to ini sendiri adalah karena harga daging saat itu sangat mahal. Sehingga menurut Ary, makanan ini merupakan makanan yang biasa disantap warga kelas menengah ke bawah saat itu.
Jadi kesimpulannya menurut Ary, yang membuat soto itu soto adalah bahan dasarnya, yakni jeroan. Bahan dasar jeroan inilah yang menjadi cikal bakal soto yang populer hingga saat ini.
Secara kuantitas soto jenis ini lebih banyak dibandingkan dengan soto yang lain. Saat ini ada sekitar 70 jenis soto yang ada di Nusantara. Antara lain yang terkenal adalah soto madura, soto lamongan, soto kudus, soto sokaraja.
Jadi, apa soto favorit kalian? (*)