SonoraBangka.id – Getas atau yang kerap dikenal dengan kretek merupakan makanan khas Pulau Bangka. Cemilan berbahan dasar ikan dengan cita rasa gurih ini diminati berbagai kalangan. Selain sebagai cemilan, getas juga enak dimakan sebagai makanan pendamping seperti bakso, mie kuah ikan, pantiau, soto dan juga nasi.
Panganan yang berbentuk panjang atau bulat berwarna putih ini biasanya terbuat dari ikan-ikan segar seperti tenggiri, parang-parang, kepetek dan beberapa jenis ikan lainnya. Getas biasanya sangat popular bagi masyarakat dan wisatawan yang datang ke Pulau Bangka.
Getas diproduksi di beberapa wilayah di Pulau Bangka, tak heran jika getas memiliki bentuk yang beragam dengan varian rasa yang berbeda. Di Bangka Selatan misalnya, getas yang diproduksi di Bumi Junjung Besaoh ini umumnya berbeda dengan getas dari daerah lainnya lantaran bentuk yang lebih besar bak bola pimpong.
Mulyati salah satu pembuat Getas di Bangka Selatan, tepatnya di Jalan Yos Sudarso, Tanjung Ketapang menceritakan, getas toboali memang berbeda dari getas daerah lainnya, lantaran bentuknya yang lebih besar. Namun, soal rasa tak kalah enaknya.
Wanita ini memilik bran getas Mul-Saha, mulai memproduksi getas secara iseng-iseng pada tahun 2017 silam. Ia tertarik membuat getas lantai banyaknya sumber daya perikanan di lingkungannya yang memang dekat dengan pelabuhan perikanan. Mencoba beberapa kali, bahkan sempat gagal tak membuat Mulyati menyerah.
“Awalnya iseng-iseng nyoba, di sini kan banyak ikan. Lalu saya berpikir kenapa enggak bisa buat getas ya, padahal di daerah lain yang punya banyak ikan bisa juga bikin getas. Saya coba sama kakak-kakak saya coba terus sampai bisa dibilang berhasil,” katanya belum lama ini.
Ia menceritakan, cara memproduksi getasnya sama seperti getas pada umumnya, hanya saja waktu penggorengannya memang lebih lama bisa mencapai satu jam. Hal itulah yang membuat getasnya berukuran lebih besar namun tetap rapuh.
“Ikannya harus segar karena kalau tidak segar bisa tidak menjadi getasnya. Terus bahan lainnya sama seperti telur, terigu, garam. Berbeda itu di proses penggorengannya. Gorengnya hampir satu jam lebih dia menjadi besar seperti ini, jadi bentuknya besar seperti bola pimpong tapi tetap gurih dan rapuh” ceritanya.
Menurutnya, semua proses produksi masih dilakukan secara manual, termasuk pengadonan, pencetakan, hingga penggorengan. Dengan manual, kata dia memiliki cita rasa yang khas, namun diakuinya memang membutuhkan banyak tenaga. Apalagi jika sedang memproduksi dalam skala besar.
Diakuinya, meski sudah sering membuat getas. Namun kadang-kadang kerap juga hasilnya kurang memuaskan. Padahal membuat dengan resep dan takaran yang sama. Baginya, itulah tantangannya.
“Kadang-kadang ada juga enggak menjadinya, namanya juga kita usaha ya. Biasanya kalau yang enggak menjadinya itu kami jual juga dengan harga yang lebih miring. Banyak juga yang mau beli karena rasanya tetap sama, cuma enggak ngembang saja. Karena getas kita sudah terbiasa bentuknya besar dan semacam ciri khas jadi saya enggak mau jual ke luar,” ujaranya.