SonoraBangka.id - Kita tahu bahwa saat ini alat kontrasepsi (KB) yang digunakan untuk merencanakan kehamilan, memiliki jenis yang beragam.
Mulai dari kontrasepsi non-hormonal seperti KB kalender, metode pull-out, kondom, dan IUD tembaga.
Hingga kontrasepsi hormonal seperti pil, suntik, IUD, koyo KB, dan cincin KB.
Karena menggunakan intervensi hormon dalam mencegah kehamilan, KB hormonal digadang-gadang memiliki sejumlah efek samping pada tubuh.
Efek samping tersebut dapat berupa sakit kepala, nyeri pada payudara, kenaikan badan, hingga siklus menstruasi yang jadi tidak teratur.
Tak sedikit perempuan yang enggan ber-KB karena takut akan efek samping dari alat-alat kontrasepsi.
Akan tetapi, ada efek samping lainnya dari KB hormonal yang juga banyak ditakuti.
Penggunaan alat kontrasepsi hormonal disebut-sebut juga sebabkan efek samping pada kesehatan mental.
Benarkah demikian? Lalu, haruskah penggunaan alat kontrasepsi dihindari?
Penggunaan tiap-tiap jenis metode kontrasepsi tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Namun, jika menyangkut kesehatan mental, aman kah penggunaan alat kontrasepsi tersebut?
Dilansir dari Insider, faktanya, penggunaan KB hormonal memang ada kaitannya dengan kesehatan mental.
Terutama, KB hormonal diketahui berdampak pada mood swing hingga depresi pada sebagian orang.
Adapun kalangan yang paling berisiko pada gangguan mood swing dan depresi akibat penggunaan KB hormonal tak lain adalah remaja, perempuan dengan riwayat PMS, dan perempuan dengan riwayat gangguan mental.
“Umumnya, alat kontrasepsi hormonal memang memengaruhi suasana hati secara negatif,” ujar Felice Gersh, MD, direktur medis Integrative Medical Group of Irvine pada Insider.
Menurutnya, gejala-gejala yang dapat muncul akibat penggunaan KB hormonal pada mood antara lain seperti sedih, mudah marah, mudah menangis, dan malas.
Sebenarnya, perubahan mood akibat penggunaan KB hormonal wajar saja terjadi, sebab perubahan hormonal sendiri memang menjadi penyebab mood swing dan depresi.
Mengutip Clue, Perubahan kadar estrogen dalam tubuh merupakan penyebab perempuan rentan alami gejala depresi pada saat PMS, pascamelahirkan, dan sebelum menopause.
Sementara itu, metode kontrasepsi hormonal mengandung satu atau dua jenis hormon yang umumnya adalah estrogen dan progestin yang merupakan bentuk sintetis dari progesteron.
Menurut Felice pada Insider, siklus menstruasi yang normal melibatkan fluktuasi hormon estrogen dan progesteron.
Namun, penggunaan kontrasepsi hormonal membuat hormon berada dalam kondisi yang cenderung stabil, dan tidak fluktuatif sepanjang siklus menstruasi.
Tanpa adanya fluktuasi hormon ini, respons stres normal tubuh berubah secara negatif.
Sederhananya, saat menggunakan KB hormonal, kadar hormon stres, yakni kortisol jadi lebih tinggi.
Kadar kortisol yang tinggi dapat sebabkan perubahan suasana hati dan munculkan emosi negatif seperti stres dan kecemasan.
Namun, di sisi lain, kadar kortisol yang terlalu rendah juga dapat memicu depresi.
Tak heran jika pada sebagian orang, penggunaan KB hormonal malah mengubah suasana hati ke arah yang positif.
Akan tetapi, pengaruh penggunaan KB hormonal terhadap mood dan depresi masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Namun, jika Anda merasa penggunaan KB hormonal memang memengaruhi mood dan kondisi mental secara signifikan, diskusikan dengan dokter kandungan untuk beralih ke metode kontrasepsi non-hormonal.