Di Indonesia misalnya, kita bisa menyaksikan Festival Lampion di Candi Borobudur yang digelar satu kali setiap tahunnya.
Tapi, saat Dinasti Tang (618-907), lampion mulai digunakan untuk keperluan yang lebih modern.
Orang-orang mulai menggunakan lampion kertas untuk perayaan-perayaan yang sifatnya lebih luas.
Misalnya, sebagai bentuk syukur atas kehidupan yang damai, negara yang kuat, dan lain sebagainya.
Perluasan penggunaan lampion ini secara otomatis juga turut menambah popularitas lampion di seluruh penjuru China.
Apa makna lampion Imlek?
Mengutip Chinese New Year, lampion-lampion yang dinyalakan pada perayaan Imlek juga dimaknai sebagai Festival Musim Semi.
Hal ini karena Imlek jatuh bersamaan dengan dimulainya musim.
Lampion kebanyakan memiliki warna merah dan bentuk oval. Tapi, ada juga lampion dengan berbagai bentuk dan warna yang lainnya.
Masing-masing bentuk dan warna itu memiliki makna yang berbeda.
Hanya saja, secara umum makna lampion adalah untuk menyimbolkan harapan dan masa depan yang lebih cerah.
Khusus untuk lampion berwarna merah, masyarakat Tionghoa mempercayai warna itu sebagai simbol kesejahteraan, ketenaran, dan kemakmuran.
Tak hanya saat Imlek, lampion dengan warna ini juga banyak digunakan untuk merayakan momen-momen kebahagiaan.
Misalnya, pada upacara pernikahan, pembukaan usaha, pertemuan keluarga, juga beragam festival lainnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarah dan Makna Lampion pada Perayaan Imlek", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2022/01/29/183000465/sejarah-dan-makna-lampion-pada-perayaan-imlek?page=all#page2.