Wanita yang karib disapa Ani ini memerinci, subsidi energi senilai Rp 21,7 triliun terdiri dari subsidi reguler energi tahun ini yang sebesar Rp 11,48 triliun dan kurang bayar di tahun sebelumnya Rp 10,17 triliun.
"Inilah yang disebut APBN sebagai shock absorber. APBN mengalami seluruh shock yang berasal dari minyak dan listrik. Masyarakat tidak mengalami dampak, namun APBN yang harus ambil konsekuensinya," ucap dia.
Besarnya subsidi energi lantas membuat belanja non-kementerian/lembaga (K/L) bergeser menjadi bansos komoditas (non-targeted) dari bansos (targeted), yakni PKH, Kartu Sembako, hingga bantuan UMKM pada tahun 2021.
Tercatat, volume BBM yang disubsidi melonjak menjadi 1,39 juta kiloliter dari 1,18 juta kiloliter di periode yang sama tahun 2021. Sementara itu, volume elpiji 3 kilo yang disubsidi naik jadi 632, 7 juta kilogram dari 603,2 juta kilogram.
Lalu, pelanggan listrik subsidi naik menjadi 38,2 juta dari 37,2 juta di periode yang sama tahun lalu.
"Jadi kita lihat APBN sekarang mengalami tekanannya bukan hanya dari sisi kesehatan, namun beralih dari barang-barang yang dikonsumsi masyarakat yang alami kenaikan," tandas dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Naikkan Harga BBM dan Listrik, Pemerintah Tunggak Rp 109 Triliun ke Pertamina dan PLN", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2022/03/29/060800926/tak-naikkan-harga-bbm-dan-listrik-pemerintah-tunggak-rp-109-triliun-ke?page=all#page2.