SonoraBangka.ID - Saat My Chemical Romance merilis Three Cheers for Sweet Revenge di tahun 2004, adalah momen yang cukup menghebohkan ranah emo 2000-an.
Momen tersebut jadi tarikan dahsyat bagi band asal New Jersey ini, dengan segitu banyaknya pendengar mereka dibandingkan dengan The Beatles.
Pada 2017, album tersebut sukses terjual sebanyak 3 juta kopi. Hal itu juga menjadikan Three Cheers fo Sweet sukses meraih rekor untuk triple platinum, dan nggak diragukan lagi bikin MCR sebagai salah satu band paling berpengaruh di masanya.
Kegelapan serta energi dari penulisan lagu yang nggak tertandingi kayak "Thank You for the Venom" dan "I Never Told You What I Do for a Living", seperti menjerat satu generasi.
Kemunculan YouTube setahun setelahnya, bikin para penggemar mengetahui lebih banyak tentang mereka.
Three Cheers for Sweet Revenge Harusnya Jadi Album Konsep
Banyak yang mikir kalo The Black Parade (2006) adalah album konsep pertama MCR, bener sih.
Akan tetapi, awalnya Three Ceers for Sweet Revenge awalnya disusun untuk album konsep, sesuai dengan catatan liner MCR:
"Kisah seorang cowok, seorang cewek, dan seribu mayat pria jahat.." itu dimaksudkan untuk jadi kelanjutan dari kisah "Demolition Lovers" sketsa yang dibuat oleh MCR I Brought You My Bullets, You Brought Me Your Love (2002).
Itu bakal jadi kisah, di mana dua kekasih yang terbunuh, satu di surga dan satu di neraka, dapat dipersatukan kembali kalo pasangan cowok itu memanen seribu jiwa.
Gerard Way Muncul dengan Sebuah Akhir Setelah Rekaman Itu Dirilis
Dalam sebuah wawancaranya bersama Black Velvet, Gerard Way ditanya seperti apa akhir dari Three Cheers fo Sweet Revenge, kalo doi melanjutkan cerita aslinya seperti yang direncanakan.
Seperti yang disebutkan, konsep tersebut berpusat di sekitar seorang cowok yang putus asa banget untuk kembali bersatu dengan cintanya yang hilang, sejak doi membuat kesepakatan dengan iblis untuk membunuh seribu orang jahat.
Dalam wawancara, Gerard bilang kalo setelah membunuh 999 orang, sosok protagonis bakal sampai pada kesimpulan kalo jiwa terakhir yang doi ambil adalah miliknya sendiri.
Dia menghukum dirinya sendiri karena nggak menyadari akhir dari kisahnya sendiri lebih cepat.
"You Know What They Do To Guys Like Us In Prison" Mengeksplorasi Homoseksualitas
Judulnya mengisyaratkan fakta, kalo lagu ini ada hubungannya dengan kurangnya maskulinitas tradisional. Mungkin lo bakal bertanya-tanya, "Apa karena mereka 'emo'? Atau apa mereka bener-bener ngomongin tentang menjadi gay?, ya keduanya!
Meskipun baik Gerard atau Bert McCracken dari The Used, nggak mengidentifikasi diri sebagai homoseksual, liriknya mengeksplorasi aspek seksualitas dengan cara yang nggak berani dilakukan oleh band punk lainnya.
Lirik kayak “how we're just two men as God had made us,” “I’ll kiss your lips again” dan “they make me do push-ups in drag”, mengeksplorasi fluiditas seksualitas dan garis abu-abu antara penggambaran konvensional maskulinitas dan feminitas.
Black Flag Menginspirasi Konsep Balas Dendam
Penggemar nanyian melodi manis Gerard pasti kaget kalo cinta pertamanya adalah Iron Maiden. Tapi band yang bikin MCR terpaku pada konsep balas dendam sebenernya adalah Black Flag, dikutip dari ungkapan dalam film dokumenter mereka tahun 2006 Life on the Murder Scene.
Gerard menjelaskan kalo dengerin Black Flag itu memunculkan kenagan tentang bagaimana doi ngerasa kayak orang buangan di sekolah menengah.
Gerard juga bilang ke Alternativ Press kalo doi ngerasa marah, pada mereka yang bersikeras bahwa MCR nggak bakal pernah berhasil.
Semua pengaruh dari gabungan tersebut ngedorong Gerard dan anggota band lain untuk menciptakan mahakarya yaitu Three Cheers for Sweet Revenge, dan tindakan sederhana untuk melakukan itu adalah balas dendam yang sangat Gerard inginkan.
Cover Album yang Terinspirasi Oleh Lukisan René Magritte, “The Lovers”
Gambar dua kekasih berambut hitam dan berlumuran darah di cover album Three Cheers for Sweet Revenge adalah hasil gambar dari Gerard.
Namun ide itu terinspirasi dari karya tahun 1928 oleh seniman surealis Belgia René Magritte, dengan karya ikoniknya “The Lovers” dan bagi Gerard itu adalah lukisan favoritnya.
Karya seni aslinya menggambarkan seorang cowok dan seorang cewek, di mana wajah keduanya ditutupi seperti sehelai kain, dan berciuman. (*)