Sementara itu, Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Febri Pangestu menjelaskan, pembedaan golongan berdasarkan jenis dan produksi rokok menjadi penyebab kompleksnya struktur tarif cukai di Indonesia.
Hal ini menurutnya perlu disederhanakan dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat compliance dari perusahaan rokok, meminimalisir peredaran rokok ilegal, menyederhanakan sistem administrasi, mengoptimalkan penerimaan negara, dan mengurangi rentang harga.
Adapun dalam struktur tarif cukai saat ini ada batasan produksi untuk rokok mesin, yaitu 3 miliar batang untuk menentukan perusahaan berada pada golongan 1 atau 2. Febri bilang, idealnya perusahaan rokok tidak dibedakan tarifnya berdasarkan penggolongan dari jumlah batasan produksi.
Menurut dia, ketika kebijakan cukai itu ditujukan untuk pengendalian konsumsi, seharusnya tidak perlu ada pembedaan tarif dan golongan.
“Mengacu batasan produksi tiga miliar batang, menurut saya itu masih terlalu besar,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Struktur Cukai Rokok di Indonesia Dinilai Masih Terlalu Banyak", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2022/06/13/163311326/struktur-cukai-rokok-di-indonesia-dinilai-masih-terlalu-banyak?page=all#page2.