Di sisi lain, Kemenperin juga memberikan apresiasi kepada PT RMI yang telah melakukan pembinaan kepada para petani tebu dan memfasilitasi pemberian pupuk untuk meningkatkan produktivitas.
Adapun beberapa waktu lalu, Dirjen Industri Agro meninjau PT Rejoso Manis Indo (RMI) di Biltar, Jawa Timur.
“Untuk mewujudkan swasembada gula nasional, kami dari pemerintah sangat mengapresiasi atas upaya yang dilakukan oleh PT RMI dalam mengembangkan industri gula nasional dengan mendirikan pabrik gula yang terintegrasi dengan perkebunan tebu melalui kemitraan dengan petani tebu,” kata Putu.
Pada tahun 2022, PT RMI mendapat pasokan tebu dengan luasan panen seluas 15.080 hektar dengan potensi produksi sebesar 93.661 ton atau meningkat cukup signikan dibandingkan tahun 2021 dengan luas areal panen seluas 13.721 hektar dan produksi GKP sebesar 67.677 ton.
PT RMI saat ini memiliki kapasitas giling 10.000 ton tebu per hari (TCD) dan dapat diperluas menjadi 20.000 TCD dan kapasitas produksi sebesar 1.500 ton per hari (TPD) dengan menggunakan teknologi Defekasi Remelt Karbonatasi (DRK).
Total investasi PT RMI sebesar Rp 3,4 triliun, keberadaannya mendorong tumbuhnya berbagai lapangan pekerjaan baru lainnya yang menyerap lebih dari 40.000 orang tenaga kerja baik di tingkat on farm maupun off farm.
“PT RMI memiliki potensi untuk bisa dikembangkan lagi produksinya hingga 2,5 kali. Apalagi, nanti kalau didukung dengan infrastruktur jalan yang lebih bagus. Saat ini, per hari ada 1.200 truk, dan kalau kualitas jalan lebih baik lagi, truk bisa mengangkut dua kali lebih banyak ,” ujarnya.
Sementara itu Wakil Direktur Utama PT RMI, Syukur Iwantoro membenarkan bahwa sarana prasarana seperti jalan menjadi salah satu penunjang utama untuk peningkatan produksi industri gula.
“Terkait jumlah produksi, permasalahannya bukan di mesin, tetapi lebih karena terkendala infrastruktur jalan. Oleh karenanya, pengembangan jalan bagi industri gula ini memang perlu ditingkatkan menjadi kelas satu,” jelasnya.
Ia menilai bahwa masalah infrastruktur jalan sangat urgen dan mendesak. Sebab hal tersebut terkait dengan mobilitas petani dan keberlangsungan pabrik untuk bisa mencapai kapasitas maksimal.
“Dengan kelas jalan yang tidak memadai, yang merasa terhambat tidak hanya perusahaan, tetapi juga petani merasa dirugikan. Karena yang seharusnya satu kali angkut dengan fuso truk gandeng, harus dua sampai tiga kali angkut. Artinya, ada tambahan biaya petani,” tandasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tekan Gap Kebutuhan Gula Konsumsi, Kemenperin: Produksi Terus Digenjot ", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2022/08/08/164500626/tekan-gap-kebutuhan-gula-konsumsi-kemenperin--produksi-terus-digenjot-?page=all#page2.