Selain itu Erina juga terlihat memakai aksesori gunungan khas Yogyakarta, yang menurut Dewi dimaknai sebagai seorang istri juga patut dihormati oleh suaminya.
Tak sampai di situ, mempelai perempuan juga terlihat mengenakan cunduk mentul dengan lima bunga, yang artinya mewakili rukun Islam.
Sementara Kaesang Pangarep terlihat gagah mengenakan beskap atau surjan berwarna putih yang terdapat payet pada beberapa bagian.
Menurut Dewi, surjan biasanya memiliki motif kembang-kembang, yang pada masa lampau kerap dikenakan oleh para sultan Keraton Yogyakarta.
"Kaesang memakai surjan berwarna putih yang menandakan niat sucinya kepada Erina," jelasnya lagi.
Untuk bawahannya, Kaesang terlihat mengenakan kain batik Sidomukti dari Yogyakarta.
"Ini (Sidomukti) melambangkan bahwa (ia) mengharapkan kehidupan rumah tangganya mereka nanti akan mukti (makmur)," papar Dewi.
Kaesang Pangarep juga terlihat memakai blangkon khas Yogyakarta, yang ternyata memiliki filosofi berbeda dengan blangkon khas Solo.
"Kalau (blangkon) Yogyakarta itu belakangnya itu namanya 'mondolan'. Mondolan itu agak menonjol, sementara kalau Solo itu 'tretes' yang belakangnya itu lurus," jelasnya lagi.
"Jadi, artinya pernikahan mereka itu benar-benar dijalankan dengan hati yang suci dan bersih," papar Dewi.
Sementara itu, pemilihan warna putih pada baju adat Yogyakarta yang dikenakan oleh Kaesang Pangarep dan Erina Gudono di prosesi akad nikah menurut Dewi melambangkan kesucian.
Artikel ini telah terbit di https://www.parapuan.co/read/533608865/jokowi-mantu-ini-filosofi-baju-adat-yogyakarta-di-akad-nikah-kaesang-dan-erina?page=all