Nganggung dengan dulang di Lapangan Merdeka Pangkalpinang. Tradisi Nganggung ini bisanya dilakukan masyarakat Pulau Bangka saat menyambut hari besar dan acara adat seperti tradisi Ruwah.
Nganggung dengan dulang di Lapangan Merdeka Pangkalpinang. Tradisi Nganggung ini bisanya dilakukan masyarakat Pulau Bangka saat menyambut hari besar dan acara adat seperti tradisi Ruwah. ( Bangkapos.com/Deddy Marjaya )

Ruwahan dan Sejarah Munculnya Tradisi Menyambut Bulan Suci Ramadhan

15 Maret 2023 21:17 WIB

SonoraBangka.id - Saat ini kita masih berada di bulan Syaban 1444 H.

Ya, tinggal menghitung hari umat muslim memasuki bulan suci Ramadhan.

Mengutip berbagai sumber, Syaban adalah bulan ke-8 dalam kalender Hijriah.

Syaban diapit oleh dua bulan yang mulia, yakni Rajab dan Ramadhan.

Dalam bahasa Arab, syaban berasal dari kata syi'ab yang berarti 'jalan di atas gunung'.

Hal ini digunakan untuk memaknai bulan Syaban sebagai waktu untuk menemukan banyak jalan demi mencapai kebaikan.

Ada beberapa tradisi yang dilakukan oleh masyarakat pada bulan syaban.

Yakni tradisi merayakan ruwahan di bulan Syaban.

Menurut Ulama Gus Baha, bulan Syaban disebut bulan ruwah hingga adanya tradisi Ruwahan

KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau disapa Gus Baha menjelaskan perihal sejarah dan kenapa bulan Syaban disebut bulan Ruwahan.

Hal itu dia beberkan dalam kanal YouTube Kalam - Kajian Islam yang diunggah pada 28 Maret 2021 lalu.

Gus Baha menerangkan tentang awal mula nama ruwah untuk bulan Syaban.

"Dalam istilah Jawa, bulan Syaban sering disebut juga dengan bulan Ruwah," kata Gus Baha.

Kata ruwah sendiri merupakan serapan dari kalimat Bahasa Arab yaitu arwah.

"Tradisi di Indonesia umumnya mengikuti tradisi di Yaman," bebernya.

Gus Baha menjelaskan bahwa di negara Yaman itu ada haulnya Nabi Hud yang diselenggarakan pada bulan Syaban sehingga kyai-kyai Jawa mengirimkan doa ketika bulan Syaban atau bulan Ruwah.

"Maka muncullah istilah tradisi ruwah atau ruwahan, yang tidak asing di telinga masyarakat," sebut Gus Baha.

Ruwahan ini merupakan tradisi kebudayaan orang Jawa untuk mengirim doa kepada orang yang sudah meninggal baik itu orangtua, kakek, nenek, dan lain sebagainya.

Tradisi ruwahan biasanya dilakukan mulai pertengahan bulan Ruwah (bulan kedelapan dalam kalender Jawa) atau bulan Syaban dalam kalender Hijriah, oleh karena itu disebut ruwahan.

Orang Jawa dahulu melakukan tradisi ruwahan setelah Nishfu Syaban yaitu pada tanggal 15 Sya’ban.

Karena pada Nisfu Syaban ini orang Jawa merayakan budaya hari lupakan dengan membuat ketupat dan lepet.

Di tradisi Ruwahan ini, masyarakat Jawa melakukan sedekah dengan cara membagikan makanan kepada tetangga maupun saudara.

Setelah melakukan tradisi ruwahan, acara pun dilanjutkan dengan melakukan tradisi nyadran yaitu membersihkan makam keluarga.

Membersihkan makam juga merupakan bentuk perhatian sekaligus bukti bahwa ia tidak akan melupakan orangtua dan saudaranya meskipun sudah tiada.

Tentu pula tradisinya ini untuk menyambut dan menghormati datangnya bulan suci Ramadhan.

Tradisi Ruwahan juga berlaku di Provinsi Bangka Belitung khususnya di Kecamatan Tempilang.

Dalam tradisi tersebut, masyarakata sekitar juga melakukan tradisi perang ketupat.

Diketahui bahwa, tradisi tersebut masih ada sampai sekarang.

Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Apa Itu Ruwahan dan Sejarah Munculnya Tradisi Saat Menyambut Bulan Suci Ramadhan, https://bangka.tribunnews.com/2023/03/15/apa-itu-ruwahan-dan-sejarah-munculnya-tradisi-saat-menyambut-bulan-suci-ramadhan?page=all.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
101.1 fm
103.5 fm
105.9 fm
94.4 fm