SONORABANGKA.ID - Adalah Fenomena supermoon akan terjadi pada Senin (3/7/2023) yang membuat langit malam menjadi lebih terang dari biasanya.
Hal itu di konfirmasi oleh peneliti astronomi dan astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Clara Yono Yatini.
“Tanggal 3 Juli 2023 akan terjadi fenomena supermoon, seluruh Indonesia bisa mengamati,” ucap Clara pada Kompas.com, Minggu (2/7/2023).
“Bisa dilihat secara langsung tanpa alat bantu,” sambungnya.
Mengenal supermoon
Clara menuturkan, supermoon adalah fenomena ketika bulan purnama berada di jarak terdekat dengan Bumi.
“Ini terjadi karena lintasan bulan mengelilingi (Bumi) tidak bulat sempurna, agak elips (lonjong),” tuturnya.
Saat supermoon terjadi, bulan purnama terlihat menjadi lebih besar, lebih dekat, dan lebih terang.
“Bulan purnama terjadi ketika bulan tepat berseberangan dengan matahari, Bumi di antara keduanya,” terangnya.
Ia menjelaskan, fenomena itu membuat seluruh permukaan bulan yang menghadap Bumi memantulkan sinar matahari.
“Untuk tahun 2023 ini, supermoon akan terjadi di 3 Juli, 1 Agustus, 31 Agustus, dan 29 September,” jelasnya.
Menurutnya, supermoon tidak akan berefek berbahaya terhadap Bumi termasuk Indonesia.
“Tetapi mungkin akan ada perubahan pada pasang surut air laut,” kata dia.
Asal-usul istilah supermoon
Dikutip dari Space, istilah “supermoon” tidak berasal dari astronomi, melainkan dari astrologi bidang pseudoscientific.
Itu mempelajari pergerakaan benda langit untuk membuat prediksi tentang perilaku dan peristiwa manusia.
Istilah ini pertama kali disebutkan dalam artikel pada 1979 untuk majalah Dell Horoscope oleh Richard Nolle.
Nolle mendefinisikan supermoon sebagai bulan baru atau bulan purnama yang terjadi dengan bulan berada di posisi terdekat dengan Bumi dalam orbit tertentu.
Tapi, baru beberapa tahun terakhir ini, istilah supermoon lebih diperhatikan oleh masyarakat Bumi.
Dimulai sekitar 2004. Penyebab orbit bulan berbentuk elips Bulan diketahui memiliki jarak rata-rata sejauh 238 ribu mil atau 382.900 km dari Bumi.
Namun apogee (posisi terjauh) dan perigee (posisi terdekat) bulan berubah-ubah karena orbitnya yang berbentuk elips.
“Alasan utama mengapa orbit bulan bukan lingkaran sempurna (elips) adalah karena ada banyak gaya pasang suruh atau gravitasi yang menarik bulan,” ujar ilmuwan NASA Noah Petro.
Ia menambahkan, gravitasi Bumi, matahari, dan planet lain berpengaruh pada orbit bulan.
“Anda memiliki semua gaya gravitasi berbeda yang menarik dan mendorong bulan, yang memberi kita kesempatan untuk melewati jarak dekat ini,” tuturnya.
Faktor terjadinya supermoon
Terdapat dua faktor yang mendukung terjadinya fenomena supermoon, yakni perigee dan fase purnama.
Perigee bulan setiap 27 hari sekali dan fase purnama setiap 29,5 hari saat matahari menyinari bulan sepenuhnya.
Diperkirakan bulan akan tampak 30 persen lebih terang dan 14 persen lebih besar dari biasanya. Namun, sangat sulit untuk melihat perbedaannya dengan mata telanjang.
“Itu tidak cukup untuk diperhatikan (perbedaannya) kecuali Anda adalah pengamat bulan yang sangat berhati-hati,” kata Petro.
Disebut juga dengan "buck moon"
Supermoon yang terjadi pada Senin (3/7/2023) dapat juga disebut “buck moon” dengan sebutan fenomena itu pada tanggal lainnya yang berbeda-beda.
Buck Moon merupakan yang terdekat dibanding dengan supermoon lainnya pada tahun ini. Jaraknya dari Bumi, yakni 224,895 mil atau 361,934 km.
Dilansir dari Fox59, istilah buck moon yang diberikan berasal dari Maine Farmer’s Almanac yang terbit pada 1930-an.
Dijelaskan, suku Algonquin yang hidup di benua Amerika Utara menyebut bulan purnama pada bulan Juli sebagai “buck moon” karena itu sesuai dengan waktu rusa muda mulai menunjukkan tanduk.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ada Supermoon 3 Juli 2023, Bisa Diamati di Indonesia? ", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2023/07/02/183000365/ada-supermoon-3-juli-2023-bisa-diamati-di-indonesia-?page=all#page2.