SonoraBangka.ID - Pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2023 ditemukan banyak kecurangan dengan jalur zonasi.
Fakta di lapangan, ditemukan orang tua yang melakukan kecurangan dengan migrasi atau menitipkan nama anaknya ke kartu keluarga (KK) warga di sekitar sekolah yang dituju.
Tujuannya jelas, agar anaknya dapat masuk di sekolah favorit meski jarak yang ditempuh dari rumahnya jauh.
Salah satu contoh kecurangan jalur zonasi terjadi di Kota Bogor, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Wali Kota Bima Arya Sugiarto dengan menelusurinya secara langsung.
"Ada beberapa rumah tidak ditemukan nama anak itu dan ada yang mencurigakan juga, koordinatnya dekat, tetapi ketika mendaftar alamatnya jauh gitu ya, jadi saya kira ini betul-betul ada permainan," kata Bima.
Selain di Bogor, kecurangan migrasi KK untuk mengincar sekolah favorit juga terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY menemukan, masih ada yang tiba-tiba berdomisili dekat dengan sekolah.
"Tapi memang itu KK-nya terverifikasi. Hanya memang dinas tidak melakukan verifikasi lapangan apakah orangtua dan keluarga tersebut tinggal fisik di situ atau hanya KK-nya saja. Kami dapatkan informasi seperti itu masih terjadi," kata Kepala Ombudsman DIY Budhi Masturi.
Budhi menyebutkan, pihaknya juga menemukan calon siswa yang menumpang KK orang lain. Di dalam KK, anak tersebut masuk dalam klasifikasi "keluarga lainnya".
Pengamat pendidikan sekaligus pendiri Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma mengatakan, jalur zonasi yang sudah ada tinggal lebih diperbaiki dan disempurnakan.
Hal itu lantaran jalur atau sistem zonasi PPDB ini memiliki berbagai manfaat, yakni menjamin pemerataan akses dan mutu pendidikan.
“Sistem ini menjamin adanya pemerataan akses dan mutu pendidikan yang berkeadilan pada setiap zona/wilayah yang ditetapkan mendekati tempat tinggal peserta didik,” kata Satria
“Sebaiknya setiap daerah mencermati praktik kecurangan yang terjadi di daerah masing-masing dan mencari titik kelemahannya dan memperbaikinya. (Sehingga) sistem ini lebih baik dan lebih adil bagi semua kalangan,” sambungnya.
Selain itu, semua sekolah juga harus lebih meningkatkan mutu pendidikannya untuk mencegah praktik kecurangan sistem zonasi terulang kembali.
Satria menuturkan, sistem zonasi sudah tepat diterapkan. Bahkan menurut dia, seharusnya sudah ada sejak dulu.
“Sudah sejak dulu semestinya (diterapkan). Australia, Inggris, dan Jepang juga menerapkan sistem yang sama,” tuturnya.
Ia menyebutkan, sistem zonasi ini membuat persebaran anak-anak yang pintar tidak hanya berkumpul di satu sekolah.
“Dengan sistem zonasi, anak-anak pintar tidak mengumpul di satu sekolah favorit tapi tersebar. Karena sistem sebelumnya hanya menciptakan sekolah favorit yang bermutu bagus sedang sisanya bermutu buruk,” ujarnya.
"Jadi karena ini (sistem zonasi) baru diterapkan, masih banyak kekurangan atau celah kecurangan," tutupnya.
Sementara itu, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk meninjau ulang dan evaluasi secara menyeluruh.
"Evaluasi secara total dan komprehensif serta tinjau ulang kembali sistem PPDB sangat penting dilakukan Kemendikbudristek," kata Koordinator Nasional P2G Satriawan Salim.
"Karena P2G menilai tujuan utama PPDB mulai melenceng dari relnya. Persoalan klasik yang terjadi tiap tahun," lanjut Satriawan.
Menurut dia, setidaknya ada lima masalah yang muncul dalam pelaksanaan PPDB yang seharusnya dievaluasi oleh Kemendikbud.
Lima masalah tersebut yakni migrasi domisili, praktik pungli, anak keluarga tak mampu tak tertampung di sekolah negeri, serta ada sekolah yang kelebihan dan kekurangan calon peserta didik.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Persoalan Klasik dan Praktik Kecurangan Jalur Zonasi PPDB 2023...", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2023/07/18/083000665/persoalan-klasik-dan-praktik-kecurangan-jalur-zonasi-ppdb-2023-?page=3.