Singapura butuh jutaan ton pasir untuk proyek reklamasi Pelabuhan Tuas dan bergantung pada kebijakan ekspor pasir laut negara tetangga.(AFP / ROSLAN RAHMAN)
Singapura butuh jutaan ton pasir untuk proyek reklamasi Pelabuhan Tuas dan bergantung pada kebijakan ekspor pasir laut negara tetangga.(AFP / ROSLAN RAHMAN) ( KOMPAS.COM)

Ini Untuk Proyek Reklamasi Raksasa Singapura yang Bergantung Pasir Impor

18 September 2024 18:57 WIB

SONORABANGKA.ID - Adalah Negara tetangga Indonesia di seberang Selat Malaka, Singapura, tengah sibuk membangun pelabuhan yang digadang-gadang jadi pelabuhan peti kemas terbesar di dunia.

Nama proyek raksasa itu adalah Pelabuhan Tuas. Dengan luas daratan negaranya yang kecil, Singapura membangun pelabuhan ini di atas perairan dengan melakukan reklamasi skala besar.

Mengutip laman resmi Maritime and Port Authority of Singapore atau MPA Singapore, lantaran ukurannya yang sangat besar dan modern, Pelabuhan Tuas dibangun dalam dalam empat fase.

Fase pertama telah selesai dan sudah mulai beroperasi pada 1 September 2022. Sementara untuk pembangunan pelabuhan secara keseluruhan ditargetkan bisa rampung pada tahun 2040-an.

Bila beroperasi secara penuh dengan keempat fase selesai, Pelabuhan Tuas akan memiliki kapasitas penampungan 65 juta twenty-foot equivalent unit (TEUs), atau hampir dua kali lipat dari volume 37,5 juta TEUs Pelabuhan Tuas fase pertama yang sudah beroperasi saat ini.

Singapura juga mengoperasikan pelabuhan lainnya bernama Terminal Pasir Panjang yang kapasitasnya 34 juta TEUs setahun.

Sebagai perbandingan, Tanjung Priok yang menjadi pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia, saat ini kapasitasnya sekitar 12 juta TEUs per tahun.

Setelah semua fase pembangunan Pelabuhan Tuas selesai, akan ada 66 lokasi bongkar muat peti kemas yang membentang sepanjang 26 kilometer. Total luasnya bahkan mencapai 1.337 hektar. 

Masih mengutip laman MPA Singapore, MPA memulai pekerjaan reklamasi untuk Pelabuhan Tuas Tahap 1 pada bulan Februari 2015 dan menyelesaikannya pada bulan November 2021. Pekerjaan reklamasi membutuhkan total 34 juta jam kerja, dengan melibatkan lebih dari 450 perusahaan.

Pekerjaan perbaikan tanah untuk lahan seluas 414 hektar, termasuk 294 hektar lahan yang baru direklamasi. Pengerjaan lainnya yakni pembuatan dan pemasangan 221 caisson (struktur yang digunakan untuk melapisi dinding dermaga) setinggi 10 lantai yang masing-masing berbobot 15.000 ton untuk membentuk tanggul sepanjang 8,6 km.

Lalu pengerjaan Pendalaman dasar laut untuk menampung kapal-kapal besar di masa mendatang. Pekerjaan reklamasi Pelabuhan Tuas Tahap 2 dimulai pada Maret 2018. MPA telah menyelesaikan semua pembuatan caisson pada April 2022.

Dari yang sudah berjalan saat ini, operasi pelabuhan di Pelabuhan Tuas Tahap 1 memiliki 21 tempat berlabuh air dalam yang dapat menangani 20 juta TEUs setiap tahunnya saat beroperasi penuh pada tahun 2027.

Dua tempat berlabuh pertama di Pelabuhan Tuas Tahap 1 mulai beroperasi pada Desember 2021 sesuai jadwal, dan tiga tempat berlabuh lagi mulai beroperasi pada Desember 2022.

Operator pelabuhan peti kemas Singapora, PSA, ditargetkan untuk memindahkan semua operasi mereka di Terminal Tanjong Pagar, Keppel, dan Brani ke Pelabuhan Tuas pada tahun 2027.

Sejarah reklamasi Singapura

Dikutip dari laman resmi National Library Board Singapore, reklamasi sejatinya sudah dilakukan jauh sebelum Singapura lepas dari Inggris dan Malaysia.

Aktivitas reklamasi sebenarnya sudah dilakukan di Singapura sejak era Kolonial Inggris, terutama di era Stamford Raffles. Kala itu, Inggris memulai reklamasi pertamanya dengan menguruk kawasan sekitar muara Singapore River pada tahun 1819.

Kawasan itu sebelumnya adalah rawa-rawa hutan bakau yang dipenuhi nyamuk. Kawasan bekas reklamasi Inggris itu kini dikenal dengan Telok Anyer Road dan Beach Road.

Tapi dari era Inggris hingga kemudian Singapura menjadi bagian Federasi Malaysia, aktivitas reklamasi relatif tak terlalu banyak. Pengurukan laut menjadi daratan mulai masif dilakukan setelah negara ini memisahkan diri dari Malaysia.

Proyek reklamasi besar pertama pasca-kemerdekaan adalah Reklamasi Pantai Timur (East Coast Reclamation). Proyek ini dijuluki dengan Great Reclamation. Proyek ini menargetkan lahan baru seluas 1.525 hektar di sepanjang wilayah pantai sisi tenggara negara ini.

Proyek-proyek reklamasi di Singapura sendiri selama ini dijalankan oleh Housing and Development Board (HDB), lembaga yang mengatur pembangunan gedung dan perumahan di seluruh Singapura.

Singapura butuh tambahan daratan seluas-luasnya, mengingat kebutuhan lahan untuk pembangunan hunian vertikal yang dibangun HDB semakin masif, sementara negara pulau ini memiliki lahan sangat terbatas.

Namun pertama-tama sebelum Great Reclamation digeber, proyek percontohan dilakukan oleh HDB pada tahun 1963 untuk mereklamasi 48 hektare di area Bedok.

Pekerjaan di lokasi Reklamasi Pantai Timur dimulai secara resmi pada tahun 1966 dan berlanjut selama 30 tahun yang dibagi dalam tujuh tahap.

Tahap I dan II dari Bedok hingga ujung Tanjong Rhu berlangsung antara tahun 1966 dan 1971, menghasilkan 458 hektare lahan serta area berupa sempadan pantai berpasir sepanjang 9 km.

Fase III dan IV dimulai secara bersamaan pada tahun 1971 di kedua ujung jalur Pantai Timur yang baru direklamasi. Ketika pekerjaan selesai pada tahun 1975, Tahap III kemudian menambah luas daratan sebanyak 67 hektar di depan Tanjong Rhu dan Queen Elizabeth Walk.

Sedangkan Tahap IV menambah 486 hektar dari Bedok ke Tanah Merah Besar. Fase V melibatkan reklamasi Cekungan Telok Ayer. Dimulai tahun 1974, reklamasi itu memperluas tepi pantai yang sudah direklamasi seluas 34 hektar dan memperluas cekungan.

Setelah fase ini selesai pada tahun 1977, reklamasi membentuk kawasan baru yang kini dikenal dengan Marina Center.

Tahun 1979, Fase VI dan VII dilanjutkan, yakni memperluas tepi pantai Tanjong Rhu dan Telok Ayer Basin yang baru direklamasi untuk menciptakan Marina East dan Marina South.

Bersama dengan Marina Centre, lahan-lahan petak hasil reklamasi ini membentuk kawasan reklamasi baru seluas 660 hektar yang disebut Marina City dan kemudian Marina Bay.

Total biaya proyek Pantai Timur adalah 613 juta dollar Singapura. Pasir-pasir ini kebanyakan diimpor dari Kepulauan Riau, Indonesia. Kebijakan ekspor pasir laut pemerintah negara tetangga cukup menguntungkan Singapura.

Pasir-pasir dari Kepri ini kemudian diangkut dengan kapal-kapal tongkang lalu kemudian diangkut menuju ke area reklamasi, pasir yang selesai diuruk kemudian diratakan dan dikuatkan dengan eskavator.

Seluruh operasi dilakukan sepanjang waktu, kontruksinya dilakukan dengan membangun daratan menjorok atau tanjung terlebih dahulu guna melindungi garis pantai dari ombak, baru kemudian diuruk di bagian tengahnya.

Lahan reklamasi sebagian besar digunakan untuk tujuan komersial dan perumahan. Di pantai timur, perumahan seperti Marine Parade dan Katong bermunculan, menyediakan hunian bagi sekitar 100.000 penduduk.

Berkat reklamasi, luas daratan Singapua sebelum merdeka dari Malaysia adalah 578 kilometer persegi. Saat ini, luasnya sudah bertambah 719 kilometer alias sudah bertambah 25 persen lebih.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Proyek Reklamasi Raksasa Singapura yang Bergantung Pasir Impor", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2024/09/18/132400726/ini-proyek-reklamasi-raksasa-singapura-yang-bergantung-pasir-impor?page=all#page2.

SumberKOMPAS.com
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
101.1 fm
103.5 fm
105.9 fm
94.4 fm