Find Us On Social Media :
Gedung Kompas Gramedia (beritajakarta.id)

Sejarah Lahirnya Kompas Gramedia, Hingga Dikenal Seperti Sekarang

Yudi Wahyono Kamis, 10 September 2020 | 09:44 WIB

SonoraBangka.ID - Kompas Gramedia atau yang sering disingkat KG,  merupakan perusahaan besar yang tersebar hampir di seluruh Indonesia.

Pada 17 Agustus 1963 lahirlah Majalah Intisari yang menjadi cikal bakal berdirinya Kompas Gramedia seperti yang dikenal sekarang.

Baca Juga: Profil Jakob Oetama, Salah Satu Tokoh Pendiri Kompas Gramedia

Semua berawal dari terbitnya Majalah Intisari yang didirikan oleh P.K. Ojong dan Jakob Oetama, sebagai media yang bertemakan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi untuk membuka pikiran masyarakat Indonesia.

Kehadiran Kompas Gramedia tidak terlepas dari sejarah panjang demi mencapai cita-cita mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa. Berikut visi dan misi Kompas Gramedia :

"Menjadikan perusahaan yang terbesar, terbaik, terpadu dan tersebar di Asia Tenggara, melalui usaha berbasis pengetahuan, untuk menciptakan masyarakat terdidik, tercerahkan, menghargai kebhinekaan dan adil sejahtera."

Eratnya persahabatan Jakob Oetama dengan P.K. Ojong bisa jadi berawal dari kesamaan pandangan politik dan nilai kemanusiaan yang dianut.

Kala itu berdirinya majalah Intisari dirasa kurang cukup.

Dilansir dari Kompas.com, Duet Jakob Oetama dan PK Ojong yang saat itu sudah mendirikan Intisari kemudian dilibatkan dalam ide yang digulirkan Ahmad Yani.

Awalnya, Jakob dan Ojong menolak permintaan itu. Jakob menulis alasannya dalam Tajuk Rencana di Kompas, yang juga sebagai obituari dalam mengenang PK Ojong.

"Kami berdua sebenarnya enggan menerima permintaan menerbitkan surat kabar Kompas. Lingkungan politik, ekonomi, dan infratruktur pada masa itu tidak menunjangnya," tulis Jakob pada koran yang terbit 2 Juni 1980 itu.

Namun, keduanya kemudian sepakat. Dengan catatan, koran baru itu bukan corong partai, berdiri di atas semua golongan, bersifat umum, dan berdasarkan kemajemukan Indonesia.

"Dia harus mencerminkan miniaturnya Indonesia," ucap Jakob saat itu.

Ketika kesepakatan itu dicapai, maka dibentuklah Yayasan Bentara Rakyat.

Nama itu terinspirasi dari majalah Bentara yang populer di Flores. Sedangkan menurut Jakob, nama "Bentara" terinspirasi dari seorang penulis bernama Kanis Pari, yang sering menulis di majalah itu.

"Saya kagum pada konsistensi sikapnya tentang Indonesia," ujarnya. Pemberian Bung Karno Setelah ide disepakati dan rancangan dijalankan, tahap berikutnya adalah proses mendapatkan izin.

Salah satu persyaratan yang dilakukan dengan kerja keras adalah bukti adanya pelanggan, setidaknya berdasarkan 3.000 tanda tangan. Berkat bantuan Frans Seda, persyaratan itu dipenuhi. Izin pun didapat.

Meski begitu, masih ada semacam fatsoen politik yang harus dijalani. Frans Seda merupakan anggota kabinet.