SonoraBangka.id - Belum lama ini seorang superstar televisi Raffi Ahmad, melalui podcast Deddy Corbuzier mengungkapkan bahwa putranya Rafathar tak mau lagi disorot kamera.
Hal ini sontak mebuat putra pasangan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina tersebut menjadi pembicaraan di media sosial .
Dikatakan Raffi Ahmad kepada Deddy Corbuzier bahwa putranya tersebut mulai mengungkapkan rasa tidak sukanya jika diajak syuting.
Rafathar mengaku ingin bermain bebas seperti anak-anak lainnya, tanpa adanya sorotan kamera.
Kita ketahui bahwa, sejak lahir bocah yang disapa "Si Aa" ini selalu berada dalam sorotan kamera, dan hal inilah yang membuat warganet mecemaskan kondisi psikologi Rafathar.
Publik pun menyaksikan ia tumbuh besar dalam kemewahan harta orangtua sampai usianya saat ini menginjak 5 tahun.
Paksaan orangtua
Dengan dalih bahwa apa yang Raffi dan Nagita lakukan untuk kebaikan Rafathar, namun tetapi orang menilai ucapan polos Rafathar menunjukkan bahwa ia ingin berhenti.
Namun sayangnya, sebagai anak ia tidak kuasa menghentikan semua.
Menurut Mario Manuhutu, M. Si, seorang psikolog anak, bahwa sebagai orangtua, diharapkan menjaga bagaimana anak tetap bahagia dengan tidak memaksakan kehendak.
Setiap anak mempunyai hak untuk berkembang dengan mengeksplorasi dunia luar dan melakukan apa yang mereka sukai.
“Anak itu bukan imitasi orang dewasa, jangan berpikir dia adalah aku tapi dalam bentuk kecil,” kata Mario kepada Kompas.com saat dihubungi, Senin (5/10/2020).
Pasalnya, meski berdalih yang dilakukan itu baik untuk anak, memaksa si kecil untuk melakukan suatu hal, akan berdampak pada emosi mereka.
Harapan sebagai orangtua, hendaknya perkembangan emosi anak selalu positif yakni bagaimana anak bisa mengembangkan rasa percaya diri atau melakukan hal yang benar-benar dia suka.
“Anak jadi tidak bisa mengutarakan perasaannya dan enggak bisa lebih terbuka,” lanjut psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.
Jangan sampai, apa yang kita paksakan, akan membuat anak stres dan berdampak pada kondisi psikologisnya saat dewasa nanti.
Mario mengatakan, bahwa anak bisa jadi (memiliki pribadi) tertutup dan memendam perasaan.
Atau anak bisa haus perhatian, karena terbiasa di depan kamera dan dikondisikan jadi pusat perhatian.
Dan yang paling sering adalah anak melakukannya demi membuat orangtuanya senang.
Nah, hal ini akan membuat si kecil menanamkan bahwa dirinya hadir untuk menyenangkan orang lain.
Jadi, kembali Mario megungkapkan bahwa konsep si anak adalah aku tidak puas sama diriku, yang bisa aku lakukan adalah membuat orang lain senang.
Jika hal itu sudah tertanam, maka sangat tidak baik untuk perkembangan anak.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Orangtua Harus Paham, Ini Dampak Psikologis Paksakan Kehendak ke Anak", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/10/06/094112120/orangtua-harus-paham-ini-dampak-psikologis-paksakan-kehendak-ke-anak?page=2.