Setiap anak mempunyai hak untuk berkembang dengan mengeksplorasi dunia luar dan melakukan apa yang mereka sukai.
“Anak itu bukan imitasi orang dewasa, jangan berpikir dia adalah aku tapi dalam bentuk kecil,” kata Mario kepada Kompas.com saat dihubungi, Senin (5/10/2020).
Pasalnya, meski berdalih yang dilakukan itu baik untuk anak, memaksa si kecil untuk melakukan suatu hal, akan berdampak pada emosi mereka.
Harapan sebagai orangtua, hendaknya perkembangan emosi anak selalu positif yakni bagaimana anak bisa mengembangkan rasa percaya diri atau melakukan hal yang benar-benar dia suka.
“Anak jadi tidak bisa mengutarakan perasaannya dan enggak bisa lebih terbuka,” lanjut psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.
Jangan sampai, apa yang kita paksakan, akan membuat anak stres dan berdampak pada kondisi psikologisnya saat dewasa nanti.
Mario mengatakan, bahwa anak bisa jadi (memiliki pribadi) tertutup dan memendam perasaan.
Atau anak bisa haus perhatian, karena terbiasa di depan kamera dan dikondisikan jadi pusat perhatian.
Dan yang paling sering adalah anak melakukannya demi membuat orangtuanya senang.
Nah, hal ini akan membuat si kecil menanamkan bahwa dirinya hadir untuk menyenangkan orang lain.
Jadi, kembali Mario megungkapkan bahwa konsep si anak adalah aku tidak puas sama diriku, yang bisa aku lakukan adalah membuat orang lain senang.
Jika hal itu sudah tertanam, maka sangat tidak baik untuk perkembangan anak.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Orangtua Harus Paham, Ini Dampak Psikologis Paksakan Kehendak ke Anak", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/10/06/094112120/orangtua-harus-paham-ini-dampak-psikologis-paksakan-kehendak-ke-anak?page=2.