Perasaan terhubung
Menurut Didonato, mengapa seseorang jadi penguntit, hal ini dipicu oleh kebutuhan akan keterikatan, perasaan untuk terhubung dan memiliki.
“Kebutuhan akan relasi ini biasanya dipenuhi oleh pasangan kita, sehingga ketika hubungan putus perasaan akan keterikatan itu hilang,” katanya.
Pihak yang diputus cinta dan menjadi penguntit juga kerap merasa dirinya sebagai korban atau dipermainkan.
Rasa takut akan diabaikan itu membuat mereka tidak bisa berpikir jernih.
Orang yang jadi penguntit juga biasanya punya sifat obsesif dalam hidupnya, termasuk hubungan asmaranya.
Mereka juga tergolong orang yang narsis dan tidak bisa menghargai perasaan atau batasan dari orang lain.
Memang hal itu tidak bisa dipakai untuk membenarkan tindakan stalking.
Namun, orang yang memiliki perasaan serupa, menurut Didonato, bisa mengalihkan diri dari perangkap emosional ini secara sehat.
Faktanya, tidak ada kriteria khusus untuk mengenali apakah seseorang berpotensi menjadi penguntit atau tidak.
Para ahli menemukan bahwa penguntit rata-rata justru orang yang ramah dan menarik, sehingga orang tak mengira ia punya obsesi tidak sehat dengan mantannya.
Salah satu kesalahan umum tentang penguntit adalah mereka bukan orang yang kesepian, atau tak bisa bergaul.
Penting untuk mengingat bahwa penguntit bukanlah monster yang bersembunyi dalam gelap.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa Ada Keinginan "Stalking" Mantan Setelah Putus", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/08/12/111000320/mengapa-ada-keinginan-stalking-mantan-setelah-putus.