SonoraBangka.id - Biasanya rasa sedih akan mendominasi ketika hubungan kandas dan berusaha move on adalah hal yang dilakukan.
Tapi tidak sedikit orang, terutama pihak yang “diputusin”, tak bisa menahan keinginan untuk ingin tahu tentang mantan kekasihnya.
Kegiatan ini disebut juga dengan stalking ( menguntit).
Nah, di era digital ini, kegiatan stalking biasanya dilakukan lewat akun media sosial si mantan.
Sulit rasanya menahan godaan untuk mengetahui apakah si mantan sudah baik-baik saja hidupnya atau mungkin punya pacar baru.
Padahal, jika kamu menguntit mantan, maka hanya akan memperpanjang rasa sakit hati dan stres setelah putus cinta.
Seorang pakar psikologi Theresa E Didonato, berpendapat bahwa stalking bisa diartikan sebagai perasaan ingin mengejar terus menerus yang tidak diinginkan, baik secara virtual atau secara langsung, di mana pelakunya selalu memikirkan si korban.
Pada umumnya korban mengenal orang yang jadi penguntit.
Kegiatan menguntit ini bisa menimbulkan rasa takut dan menguras emosi korban.
Bagaimana tidak, si penguntit terkadang menuliskan komentar atau status marah dan menjelek-jelekkan.
Tak jarang, ada yang mengancam akan menyebarkan foto atau video yang bisa mempermalukan korban.
Perasaan terhubung
Menurut Didonato, mengapa seseorang jadi penguntit, hal ini dipicu oleh kebutuhan akan keterikatan, perasaan untuk terhubung dan memiliki.
“Kebutuhan akan relasi ini biasanya dipenuhi oleh pasangan kita, sehingga ketika hubungan putus perasaan akan keterikatan itu hilang,” katanya.
Pihak yang diputus cinta dan menjadi penguntit juga kerap merasa dirinya sebagai korban atau dipermainkan.
Rasa takut akan diabaikan itu membuat mereka tidak bisa berpikir jernih.
Orang yang jadi penguntit juga biasanya punya sifat obsesif dalam hidupnya, termasuk hubungan asmaranya.
Mereka juga tergolong orang yang narsis dan tidak bisa menghargai perasaan atau batasan dari orang lain.
Memang hal itu tidak bisa dipakai untuk membenarkan tindakan stalking.
Namun, orang yang memiliki perasaan serupa, menurut Didonato, bisa mengalihkan diri dari perangkap emosional ini secara sehat.
Faktanya, tidak ada kriteria khusus untuk mengenali apakah seseorang berpotensi menjadi penguntit atau tidak.
Para ahli menemukan bahwa penguntit rata-rata justru orang yang ramah dan menarik, sehingga orang tak mengira ia punya obsesi tidak sehat dengan mantannya.
Salah satu kesalahan umum tentang penguntit adalah mereka bukan orang yang kesepian, atau tak bisa bergaul.
Penting untuk mengingat bahwa penguntit bukanlah monster yang bersembunyi dalam gelap.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa Ada Keinginan "Stalking" Mantan Setelah Putus", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/08/12/111000320/mengapa-ada-keinginan-stalking-mantan-setelah-putus.