SonoraBangka.id -Sekretaris daerah babel, Naziarto mengatakan kegiatan Undang-Undang Omnibus Law yang telah disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 lalu ,saat ini menjadi perhatian banyak pihak karena banyak yang mempertanyakan eksistensinya. Jika disahkan, Undang-Undang ini dianggap merugikan berbagai pihak. Untuk itu, tujuan pemerintah menyusun draf UU tersebut sekaligus wadah untuk menampung masukan-masukan dari semua unsur sebagai dasar kita mengambil langkah selanjutnya.
Terkait latar belakang dan tujuan draf undang-undang tersebut, Sekda Naziarto mengatakan Undang-Undang Omnibus Law disusun pemerintah untuk mengantisipasi bonus demografi di Indonesia.
"Jumlah penduduk produktif di Indonesia terus bertambah. Oleh karena itu, harus diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja. Berdasarkan data dari Kementerian Perekonomian RI disebutkan bahwa, lebih dari 13 juta orang tiap tahunnya membutuhkan pekerjaan dan jumlah tersebut akan bertambah setiap tahunnya," ujarnya.
Selain itu, terdapat 64,19 juta Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dari jumlah tersebut 64,13 juta masih merupakan Usaha Mikro Kecil (UMK) yang bergerak di sektor informal.
"Sehingga perlu didorong untuk bertransformasi menjadi sektor formal. Selain itu, undang-undang ini juga mengatur regulasi perizinan investasi yang bertujuan menarik investor lebih banyak dan mengantisipasi investor yang sudah ada di Indonesia merelokasi usaha dan dananya ke negara-negara yang memberi kemudahan seperti Vietnam," ujarnya.
Dalam penjelasannya, undang-undang tersebut memberikan solusi mengenai masalah perizinan yang rumit dengan banyaknya regulasi pusat dan daerah yang tumpang tindih di berbagai sektor sehingga mengakibatkan disharmoni, tidak operasional, dan sektoral.
Diungkapkannya UU Omnibus Law sendiri terdiri dari 15 bab, 186 pasal merangkum 76 undang-undang, yang bertujuan memberi manfaat untuk mendorong penciptaan lapangan kerja.
"Selanjutnya, manfaat undang-undang ini juga memfasilitasi kemudahan untuk pembukaan usaha baru serta mendukung upaya pemberantasan korupsi," ungkap Sekda Naziarto.
Pada kesempatan yang sama, Ketua KSPSI Babel, Darusman menyampaikan beberapa poin dalam draf Undang-Undang Omnibus Law yang dianggap perlu dievaluasi kembali.
"Ada beberapa poin penolakan yang kami sampaikan khususnya pada klaster ketenagakerjaan. Salah satunya mengenai besaran pesangon bagi pekerja. Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemberian besaran pesangon yang diberikan masih lebih baik," ujarnya.
Terkait aspirasi-aspirasi yang disampaikan, Sekda Babel, Naziarto mengatakan bahwa Pemprov. Babel akan menampung semua aspirasi.