Studi sebelumnya oleh tim yang sama menunjukkan bahwa akses ke ruang hijau berkaitan dengan berkurangnya keinginan mengonsumsi alkohol dan makanan tidak sehat serta kesejahteraan fisik dan mental yang lebih baik.
Di antara mereka yang mengambil bagian dalam survei, di bawah seperlima (19 persen) menggambarkan diri mereka sebagai perokok aktif, sementara hampir setengahnya (45 persen) mengatakan bahwa mereka pernah merokok secara teratur pada beberapa waktu selama hidup mereka.
Analisis menunjukkan, orang yang tinggal di daerah dengan proporsi ruang hijau tinggi memiliki kemungkinan 20 persen lebih kecil untuk menjadi perokok aktif dibandingkan mereka yang tinggal di daerah yang kurang hijau.
Di antara mereka yang pernah merokok di beberapa waktu selama hidup mereka, orang yang tinggal di lingkungan yang lebih hijau memiliki kemungkinan hingga 12 persen lebih besar untuk berhasil berhenti merokok.
Para penulis menyarankan peningkatan akses ke ruang hijau karena dianggap dapat menjadi faktor dalam strategi kesehatan masyarakat untuk mengurangi prevalensi merokok.
Sebab, walaupun terjadi penurunan prevalensi dalam populasi umum selama dekade terakhir, merokok tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang merusak dan terjadi secara global, demikian meurut Dr Mathhew White, rekan penulis studi yang juga ilmuwan senior di Universitas Wina dan profesor kehormatan di Universitas Exeter.
Dikatakan Mathhew, bahwa studi ini menekankan kebutuhan untuk melestarikan ruang hijau yang sudah ada dan mengembangkan yang baru secara lebih luas.
Apalagi setiap tahunnya, pemerintah di seluruh dunia menghabiskan dana yang sangat besar untuk mengatasinya, baik dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat maupun mengurangi tekanan pada layanan kesehatan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Susah Berhenti Merokok? Cobalah Tinggal Dekat Ruang Terbuka Hijau", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/11/09/090508820/susah-berhenti-merokok-cobalah-tinggal-dekat-ruang-terbuka-hijau?page=2.