SonoraBangka.id - Tak bisa disangkal, di tengah masa pandemi Covid-19 saat ini, dimana anak-anak sekolah melakukan proses pembelajaran jarak jauh ( PJJ), mampu memicu tekanan besar bahkan depresi pada anak, khususnya mereka yang berusia remaja.
Kabar duka yang datang dari wilayah Penjaringan, Jakarta Utara, di mana seorang siswi SMP kelas VII memilih mengakhiri hidupnya karena beban pelajaran bisa menjadi contoh.
Nah, fenomena bunuh diri memang sangat kompleks, dengan banyak faktor pencetus.
Namun, faktor amat memengaruhi keputusan menyedihkan semacam itu antara lain adalah kondisi kesehatan mental.
Jadi, jIka dikaitkan dengan proses PJJ, maka perlu diketahui apakah seorang anak bisa mengikuti pelajaran atau tidak?
Atau, seberapa besar dia bisa beradaptasi dengan model PJJ, dan juga -mungkin, ketersediaan fasilitas untuk belajar.
"Bisa juga dilihat dari kondisi keluarganya. Ada yang orangtuanya di PHK atau mungkin mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dan kondisi-kondisi stres lainnya yang memicu pertengkaran di dalam keluarga."
Begitu penuturan seorang psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani atau yang akrab disapa Nina dalam perbincangan dengan Kompas.com, Senin (30/11/2020).
"Biasanya, gangguan stres ini terjadi pada anak-anak kelas VII dan X, dan yang baru masuk kuliah, karena dia tidak terlalu mengenal teman-temannya," ungkap Nina.
Menurut Nina, proses pembelajaran yang kurang menyenangkan atau alasan berkompetisi dengan teman-teman sebaya juga bisa meningkatkan stres pada remaja.
Mengenali pemicu
Selain itu, kedekatan antara anak dengan orangtua juga dapat memengaruhi bagaimana tingkat stres selama melakukan PJJ di rumah.
Terlebih lagi, anak-anak yang sudah menginjak usia remaja memang cenderung lebih tertutup, baik kepada teman maupun orangtuanya.
Oleh karena itu, orangtua harus lebih aktif mengenali sumber penyebab stres pada remaja yang jika tak segera ditangani akan membahayakan jiwa, termasuk keinginan untuk bunuh diri.
"Langkah pertama yang perlu dilakukan orangtua adalah memeriksa apa yang terjadi pada anak sebelum mengatasinya," ungkap Nina.
"Nah, kalau yang membuat stres adalah internet, kita bisa menambahkan kuota atau membuat sinyal lebih kuat."
"Tapi kalau masalahnya karena guru yang sangat menyebalkan mungkin menambahkan kuota tidak akan mengatasi stres," sambung Nina.
Orangtua bisa mencari tahu sumber stres pada remaja, dan bisa mengatasinya berdasarkan sumber stres tersebut.
Maka, meluangkan waktu untuk berbicara dengan anak selama masa pandemi menjadi begitu krusial.
Namun, jika ternyata dengan membicarakannya pun masih belum memecahkan masalah, orangtua dapat berkonsultasi pada ahli atau psikolog tentang bagaimana menangani remaja yang stres akibat belajar dari rumah.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Orangtua Wajib Kenali Pemicu Stres pada Remaja Sebelum Berakibat Fatal", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/12/01/065604120/orangtua-wajib-kenali-pemicu-stres-pada-remaja-sebelum-berakibat-fatal?page=2.