SonoraBangka.id - Hal yang wajar jika seorang anak punya obsesi atau keinginan besar untuk memenangkan sesuatu , bahkan dalam beberapa hal bagus.
Tapi, sebaiknya orangtua tidak membiarkan anak jadi ambisius.
Apabila anak terpaku pada hasil dan tidak menerima kegagalan dengan cara apa pun, ada kemungkinan anak terjebak dalam fixed mindset, atau pola pikir tetap.
Pola pikir seperti ini menyebabkan anak kehilangan kesempatan untuk belajar.
Oleh sebab itu, orangtua perlu mengembangkan growth mindset atau pola pikir berkembang pada anak.
Mengenal growth mindset Istilah growth mindset pertama kali diciptakan Carol Dweck, PhD, psikolog di Stanford University, AS.
"Growth mindset mengacu pada gagasan bahwa kita dapat tumbuh dengan kerja keras, ketekunan, dan kemauan untuk keluar dari zona nyaman kita," kata Abigail Gewirtz, PhD, penulis "When the World Feels Like a Scary Place".
Pola pikir tersebut berlawanan dengan fixed mindset, di mana orang percaya kecerdasan, keterampilan, dan bakat adalah bawaan.
"Anak yang memiliki growth mindset percaya kerja keras membuahkan hasil, mereka dapat mencapai lebih banyak dengan kemauan berusaha dan mencoba hal-hal baru," tambah Gewirtz.
"Hal ini penting karena motivasi tumbuh dengan penguasaan sesuatu.
Ada banyak individu berprestasi tinggi yang menganggap pencapaian mereka bukan karena bakat bawaan, tetapi karena latihan dan ketekunan."
Tanggapan Gewirtz juga disetujui oleh Tasha Brown, PhD, psikolog klinis bersertifikat di New York, AS.
"Saya percaya anak-anak dengan growth mindset menjadi pemecah masalah yang kuat, tahu caranya meminta bantuan, punya kepercayaan diri, gigih dan tidak menghindar dari tantangan," kata Tasha.
Mengubah pola pikir anak
Sebagai orangtua, hindari kalimat seperti "kamu sangat pintar" kepada anak.
Sebagai gantinya, puji kerja keras yang dilakukan anak kita.
Apabila anak sedang bersiap menghadapi suatu pertandingan (seperti sepakbola, basket, atau lomba nyanyi), orangtua dapat memuji perubahan apa yang terjadi pada anak.
"Puji detail kecil dari latihan anak seperti perubahan dalam pengendalian tubuh, atau cara ia melengkungkan tangan saat melempar bola," kata LaNail R Plummer, CEO penyedia layanan kesehatan mental.
"Memuji usaha anak memungkinkan ia mendengar kata-kata yang lebih positif, dan memahami kegembiraan sesungguhnya sedang tumbuh, bukan hanya hasil dari suatu situasi."
Memang, anak tetap dapat merasa frustasi apabila dihadapkan pada kekalahan, nilai yang buruk, atau hal lain yang membuatnya kecewa.
Oleh karenanya, Plummer menyarankan orangtua untuk berdiskusi dengan anak menggunakan analogi yang mencerminkan pengalaman hidup sang anak.
"Contohnya bisa seperti menaiki anak tangga yang curam untuk mencapai level tertinggi.
Hanya karena sebuah langkah sulit, tidak berarti orang harus terjebak di sana atau kembali ke belakang," sebut Plummer.
"Atau, Anda dapat berbicara tentang berubah menjadi superhero. Dalam setiap film superhero, karakter harus berubah untuk menjadi versi terbaik dari dirinya."
Namun bukan berarti memperoleh nilai sempurna dan memenangkan sebuah permainan tidak ada gunanya.
"Kita butuh orang-orang di dunia ini yang berfokus pada hasil, jadi saya selalu mendorong orangtua untuk tidak menekannya pada anak mereka," ujar Brown.
"Sebaliknya, orangtua harus memperluas proses berpikir anak untuk memasukkan prinsip growth mindset."
Juga bermanfaat bagi orangtua Pola pikir growth mindset juga berdampak pada orangtua.
Akan lebih baik jika orangtua dapat melakukannya, ketimbang sekadar menanamkannya kepada anak.
"Jangan ragu memberikan anak beberapa contoh saat Anda ditantang untuk tumbuh dengan semua emosi, pikiran dan keputusan yang masuk dalam proses tersebut," kata Plummer.
Kim Parker, LCSW, penulis "East Meets West: Parenting From the Best of Both Worlds, juga berpendapat tak ada salahnya berbagi tentang kesalahan dan momen memalukan Anda ketika masih kecil.
"Ketika saya berbagi cerita ini secara terus terang dengan anak-anak, hati mereka hangat kepada saya, pikiran mereka memiliki lebih banyak kemungkinan dan semangat mereka terangkat."
"Mereka mungkin menertawakan saya, tetapi tidak apa-apa karena saya menertawakan diri sendiri.
Parker mengatakan, tidak ada tekanan bahwa mereka harus menjadi sempurna atau melakukan sesuatu dengan baik.
"Tanpa growth mindset, kita mungkin terjebak dalam kecemasan atau memiliki penilaian negatif terhadap orang lain.
Keduanya mencegah kita bergerak melalui cobaan dan kesalahan yang merupakan bagian utama kehidupan."
Nah, dengan berbagi masa lalu juga dapat membuat orangtua lebih rendah hati.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengembangkan "Growth Mindset" pada Anak yang Ambisius", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2021/01/06/095743720/mengembangkan-growth-mindset-pada-anak-yang-ambisius?page=3.