SonoraBangka.id - Mungkin banyak orangtua yang melakukan kebohongan kepada anak.
Tapi harus hati-hati, terlalu sering berbohong pada anak ternyata bisa berdampak negatif terhadap perilaku anak ketika dewasa kelak.
Tak hanya berkaitan dengan kebohongan yang bersifat negatif, tetapi juga kebohongan yang menurut orangtua kerap dianggap sebagai kebohongan demi kebaikan atau "white lie".
Hal itu diketahui dari hasil sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Experimental Child Psychology, Januari 2020.
Studi ini dilakukan oleh Peipei Setoh dari Nanyang Technological University, Singapura, bersama koleganya untuk mengetahui dampak kebohongan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak.
Mereka memberikan empat kuisioner online kepada 379 orang dewasa Singapura.
Pada kuisioner pertama, partisipan diminta mengingat apakah orangtua mereka pernah mengatakan kebohongan di masa kecil mereka terkait beberapa kategori.
Kategori tersebut adalah tentang makanan, tentang "mengancam" untuk meninggalkan anak di suatu tempat, tentang perilaku, dan tentang menghabiskan uang.
Kemudian, partisipan juga diminta untuk mengisi kuisioner yang mengungkapkan seberapa sering mereka berbohong pada orangtua mereka ketika dewasa.
Terakhir, kuisioner yang lebih panjang menyertakan pertanyaan tentang disfungsi psikologis dan sosial, seperti masalah terhadap pemikiran, perhatian, agresi, hingga perilaku melanggar aturan.
Partisipan juga mengisi Levenson Self Report Psychopathy Scale, yang meneliti ciri-ciri psikopat, seperti keegoisan dan impulsivitas.
Hasil studi Studi itu menemukan, anak-anak yang orangtuanya lebih sering berbohong cenderung lebih mungkin berbohong pada orangtua mereka.
Dengan kata lain, ketika anak sering menerima kebohongan orangtuanya di masa kecil, mereka meyakini bahwa sikap tidak jujur adalah hal yang bisa diterima secara moral.
Kebohongan yang dilakukan orangtua juga bisa mengikis kepercayaan anak pada orangtuanya.