Secara sederhana, praktik ini terjadi ketika seseorang mengadopsi sesuatu dari budaya yang bukan miliknya sendiri termasuk gaya rambut, pakaian, dan cara bicara.
Contohnya ketika penyanyi Justin Bieber dituding melakukan cultural appropriation ketika memakai gaya rambut dreadlocks yang identik dengan budaya orang kulit hitam.
Tudingan ini bagi sebagian orang dinilai tak berdasar. Pasalnya, era globalisasi memungkin pertukaran dan pengaruh budaya tradisional dalam bentuk-bentuk popular.
Akibatnya, ini dianggap bisa membatasi kebebasan berekspresi seseorang dan menjadi belenggu.
Misalnya ketika orang tidak lagi bebas memilih kostum Halloween karena khawatir melakukan apropiasi budaya ini.
Memahami Konteks Sejarah Istilah Cultural Appropriation
Agar tak terjebak pada perilaku ini, penting bagi kita untuk memahami konteks sejarah soal praktik cultural appropriation ini.
Mengacu pada laman EverydayFeminism, apropriasi budaya tidak sama dengan pertukaran kultur.
Apropriasi mengacu pada dinamika kekuatan tertentu di mana anggota budaya dominan mengambil elemen dari budaya orang-orang yang secara sistematis ditindas oleh kelompok tersebut.
Kuncinya soal kesetaraan ras dan budaya yang sayangnya belum benar-benar terwujud di dunia ini.
Deskripsi ini mengacu pada laporan sosiologi yang menyebutkan soal praktik ini pada 1990-an.