Lantas, apa hubungan antara kedua hal tersebut? Menurut para ahli, pria yang tidak bahagia dalam pernikahan lebih berpotensi menderita masalah kehidupan, seperti depresi, kecemasan, dan stres.
Nah, semua kondisi tersebut pada gilirannya dapat meningkatkan risiko stroke.
Apalagi, biasanya para pria mengatasi perasaan stres dengan gaya hidup yang tidak sehat, seperti meminum minuman keras, merokok, memakan makanan tidak sehat, atau bahkan menggunakan obat terlarang.
"Ketika kita merasa hubungan interpersonal kita baik, kita merasa bahagia dan terlibat dalam perilaku yang sehat," ujar Brittany LeMonda, Neuropsikolog senior di Lenox Hill Hospital di New York, AS.
"Sebaliknya, ketika kita merasa tidak nyaman dengan orang-orang di sekitar kita, kita cenderung terlibat dalam perilaku yang kurang ideal, serta menderita gangguan kecemasan dan gangguan tidur," tambah dia.
Dalam penelitian ini, Lev-Ari dan rekan-rekannya merekrut hampir 9.000 pegawai negeri sipil Israel dan pekerja kota yang akan dinilai pola kesahatan dan perilakunya secara ekstensif.
Lalu, tim peneliti melacak kesehatan pria-pria tersebut selama 32 tahun. Ya, -tidak main-main, selama 32 tahun.
"Hasilnya, sama dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa sebuah hubungan pernikahan yang tidak bahagia dapat membawa kerugian pada umur suami dan istri," kata Lev-Ari.
Lev-Ari mengungkapkan, sebuah penelitian dalam jurnal Psychological Science pada 2019 silam menemukan, bahagia bersama pasangan dapat menurunkan risiko kematian sebesar 13 persen atau lebih selama delapan tahun masa tindak lanjut.