SonoraBangka.id - Ada yang mengatakan jika pemicu stres bisa dari media sosial, namun ada juga beberapa orang lainnya justru mengatakan bahwa media sosial membantu menurunkan stres, lalu manakah yang benar?
Sebuah studi tahun 2017 melaporkan tentang penggunaan media sosial dan kecemasan pada anak usia 18-22 tahun yang dilakukan oleh Pusat Medis Anak-anak Connecticut.
Sebelumnya, perlu dicatat bahwa stres dan kecemasan meski kerap dikaitkan oleh penelitian, sebenarnya kedua hal tersebut adalah masalah yang berbeda.
Menurut co-authors, Anna Vannucci, semakin banyak subjek penelitian yang menggunakan Facebook.
Ia mengatakan semakin besar hubungan dengan gejala kecemasan akan membuat kemungkinan besar gangguan kecemasan tersebut.
Namun ada studi tahun 2015 yang bertentangan dengan hal tersebut.
Pew Research Center mensurvei 1.801 orang dewasa untuk menentukan adakah kaitan penggunaan media sosial, telepon seluler, dan internet terhadap tingkat stres yang lebih tinggi.
Hasil menemukan bahwa pada pria, tidak ada perbedaan statistik dalam tingkat stres baik bagi mereka yang menggunakan teknologi tersebut dan yang tidak.
Namun pada perempuan, penelitian menunjukkan bahwa media sosial justru dapat menghilangkan stres nih, Sahabat NOVA.
Dibandingkan dengan perempuan yang tidak menggunakan teknologi ini, perempuan yang menggunakan twitter beberapa kali sehari, mengirim pesan atau menerima 25 per hari, dan membagikan 2 foto melalui handphone-nya memiliki tingkat stres 21% lebih rendah.
Kenapa bisa begitu?
Dengan berbagi melalui email, mengirim pesan teks atau gambar sesaat setelah kejadian akan menggantikan kegiatan atau memungkinkan seorang perempuan untuk mengatur kembali kegiatan yang akan lebih menekan.
Profesor Keith Hamptom salah satu dari rekan dari penulis studi tersebut juga menjelaskan kepada The Guardian bahwa aspek sosial dari teknologi ini membuat orang lain sadar akan peristiwa yang menekan dalam kehidupan orang lain.
Sebuah studi dari American Psychoogical Association (APA) di tahun 2017 menemukan fakta lain bahwa mereka yang memeriksa media sosial, email, dan teks berulang kali mengalami stres dengan tingkat keseluruhan 5,3 dari 10 dibanding mereka yang jarang mengontrol dengan jumlah 4,4.
Namun yang perlu dicatat adalah temuan tersebut tidak hanya terkait dengan media sosial, tapi juga seperti terlalu banyaknya kerjaan yang menumpuk.
Jadi, penggunaan media sosial meringankan atau justru meningkatkan stres kita?
Yang perlu dicatat adalah bagaimana keadaan emosi kita selama dan setelah menggunakan media sosial dan tentukan apakah media sosial ini dapat menjadi jalan keluar atau tidak.
Selain itu, pertimbangkan juga bagaimana kita dapat tetap terhubung dengan teman dan keluarga tanpa adanya media sosial.
Intinya, semua adalah keputusan pribadi, dan pasti sulit secara pribadi menyatakan apakah kehidupan online dapat meningkatkan stres kita.
Untuk itu lihatlah respon emosional pada penggunaan media sosial kita, jika hasil yang ditemukan negatif, mungkin sudah saatnya bagi kita untuk keluar dari dunia tersebut.(*)