Dinar dan dirham itu diibaratkan ornamen atau perhiasan yang biasanya digunakan untuk koleksi.
Sehingga, dinar dan dirham bisa menjadi investasi yang sewaktu-waktu dapat dijual jika harganya membaik.
"Sebagai sebuah koleksi , logam mulia atau emas, dinar dan dirham memang ada daya tarik, karena merupakan ornamen, jadi banyak orang suka sehingga memilikinya seakan berinvestasi. Jadi poin plusnya di situ,” terangnya.
Diketahui, investasi dinar dan dirham sendiri sudah ada di Indonesia sejak tahun 2000.
Alasan dinar dan dirham bukan sebagai alat tukar juga bisa dilihat dari sisi peraturan yang berlaku di Indonesia.
Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Teddy Anggoro mengatakan, sesuai pasal 2 ayat 1 dan pasal 21 ayat 1 UU Mata Uang jelas menyatakan alat tukar yang sah di Indonesia hanyalah Rupiah.
Teddy mengatakan, tidak boleh melakukan alat tukar di luar mata uang rupiah.
“Antam sebagai produsen dinar dan dirham yang dijadikan alat tukar oleh sekelompok masyarakat tidak bisa disalahkan karena tujuan pembuatannya bukan untuk alat tukar,” jelasnya.
Ia mencontohkan, Antam diibaratkan seorang ibu yang membuat pempek, lalu ada yang mau menukar pempek ibu tersebut dengan sate.
Dijelaskannya pula bahwa, si ibu tidak bisa disalahkan, kecuali bila si ibu tersebut sengaja menjadikan pempek sebagai alat tukarnova.