SonoraBangka.id - Sebagai penanda hari kelahiran seseorang, Weton Jawa juga merupakan salah satu hal penting bagi sebagian besar masyarakat Jawa.
Filolog dan Konsultan Pawukon di Museum Radya Pustaka Surakarta Totok Yasmiran menjelaskan, itu karena weton berhubungan dengan aspek kehidupan manusia.
Misalnya kecocokan perjodohan. “Selain itu, sifat, perwatakan atau karakter seseorang bisa dikenali melalui wetonnya,” jelas dia kepada Kompas.com, Minggu (29/8/2021).
Kendati demikian, seseorang harus mengetahui terlebih dulu weton mereka sebelum bertanya seputar kecocokan perjodohan, karakter, bahkan pilihan hari untuk acara pernikahan atau khitanan.
Adapun, weton Jawa dapat diketahui melalui kalender Jawa. Menurut Totok, saat ini banyak orang Jawa yang tidak tahu wetonnya lantaran hanya mengetahui tanggal lahir berdasarkan kalender Masehi.
“Sekarang untuk mempermudah pencarian hari kelahiran termasuk Wuku, bisa dirujuk pada buku Kalender Abadi yang sudah dijual di pasaran. Salah satunya Kalender 301 Tahun yang disusun Tjokorda Rai Sudharta dan kawan-kawan,” ujar Totok. “Cara paling mudah untuk mengetahui weton kita adalah dengan bertanya kepada orang tua kita, atau kakek dan nenek kita. Mereka biasanya sangat ingat (hari) ketimbang tanggal. Cara termudah lainnya adalah dengan mencarinya secara daring,” sambungnya.
Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan mengetahui hari dan pasaran (atau pancawara, nama hari dalam bahasa Jawa) apa seseorang dilahirkan, dengan mengonversi kalender Masehi ke kalender Jawa.
Pancawara terdiri dari Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Totok mencontohkan jika seseorang lahir pada 14 November 1993.
Sementara hari, jika sebagai saptawara atau tujuh hari, maka menjadi Ngadah atau Ahad, Senen, Slasa, Rebo, Kemis, Jemuwah, dan Setu. Weton orang yang lahir pada tanggal, bulan, dan tahun tersebut adalah Ahad Pahing.
Artinya, dia lahir pada hari Minggu dengan pancawara Pahing.
Untuk menghitung weton menggunakan kalender Jawa, Totok mencontohkan perhitungan yang paling sering ditanyakan oleh masyarakat yakni perhitungan kecocokan perjodohan.
Dalam Bahasa Jawa, perhitungan ini disebut sebagai petung salakirabi atau pasatowan salakirabi.
Untuk menghitungnya, kedua calon mempelai harus sudah mengetahui weton mereka.
Jika sudah mengetahui weton, penghitung harus mengetahui nilai dari masing-masing hari dan pasarannya.
“Ini disebut neptu. Jadi, gabungan hari dan pasaran tersebut disebut neptu weton atau neton,” jelas Totok.
Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut Kompas.com rangkum neptu hari dan neptu pasaran berdasarkan paparan Totok, Senin (30/8/2021):
Neptu hari
Ahad: 5
Senen: 4
Slasa: 3
Rebo: 7
Kemis: 8
Jumungah: 6
Sabtu: 9
Neptu pasaran
Legi: 5
Pahing: 9
Pon: 7
Wage: 4
Kliwon: 8
Totok menuturkan, terdapat beberapa pola perhitungan siklus atau pola bagi yakni pola bagi 4, 5, bahkan sampai 9. Namun, pola perhitungan yang sering digunakan adalah pola bagi 4, 5, dan 7.
“Kriteria masing-masing polanya pun berbeda. Urutan penentuan jumlah neptu paling kecil adalah 7, dan paling banyak 18,” ucap Totok.
“Maka, urutannya pun diawali dari angka 14 dan diakhiri dengan angka 36, yakni penjumlahan neptu terkecil sampai neptu terbesar,” imbuhnya, sambil memberi contoh seperti di bawah ini:
Perhitungan weton untuk pernikahan merupakan hal yang paling sering ditanyakan. Alhasil, Totok menggunakannya sebagai contoh untuk menjabarkan soal perhitungan weton.
Dalam contoh tersebut, dikatakan bahwa calon pengantin pria memiliki weton Ahad Pahing. Jika dijumlahkan, neptu weton tersebut adalah 14.
Hasil didapat dari penjumlahan 5 untuk Ahad dan 9 untuk Pahing. Untuk calon pengantin wanita, wetonnya misalnya Rebo Legi dengan neptu 12.
Hasil didapat dari 7 untuk Rebo dan 5 untuk Legi.
“Jumlah neptu keduanya 26. Dengan menerapkan pola 4 siklus, maka didapatkan kriteria Gembili atau berpotensi banyak keturunan. Atau 26:4 sisa 2 Gembili,” jelas Totok.
Jika diterapkan pola 5 siklus, maka didapatkan kriteria Sri yaitu 26:5 sisa 1 Sri yang artinya mendapatkan kemuliaan, kewibawaan, serta rizki yang melimpah.
Untuk pola 7 siklus, maka diperoleh hasil 26:7 sisa 5 Satriya Wirang yang artinya mendapat malu atau dipermalukan.
“Dari ketiga hasil tersebut, tampak lebih kuat segi positifnya yakni di pola bagi 4 dan pola bagi 5.
Dengan demikian, calon pasangan tersebut boleh melanjutkan ke jenjang pernikahan,” ucap Totok.
Totok mengatakan bahwa tidak jarang ada calon pasangan yang setelah dihitung wetonnya, ternyata hasilnya negatif.
Tidak jarang juga mereka mengurungkan niat untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya. Namun, dia menuturkan bahwa terkadang masih ada solusi atau jalan keluar.
“Solusinya yaitu dengan menjumlah neptu kedua calon tersebut dengan neptu hari yang dipilih untuk melangsungkan akad nikah, sehingga diperoleh kriteria yang positif,” katanya.
Dia tidak menampik bahwa dalam hal ini, fungsi weton sendiri adalah untuk menentukan dan memilih kecocokan serta keserasian calon pasangan yang hendak berumah tangga.
Kendati demikian, hal tersebut bukanlah “harga mati” dan dipercaya 100 persen lantaran sifatnya prediksi berdasarkan ilmu titen—hasil pengamatan dan pengalaman nenek moyang yang sudah berlangsung ratusan tahun silam.
“Jadi, ini merupakan langkah preventif dalam rangka eling dan waspada, sebagai upaya ikhtiar kita. Semuanya terpulang pada kehendak Allah Yang Maha Kuasa,” sambung Totok.
Bisa ke Museum Radya Pustaka untuk hitung weton
Apabila tidak atau belum familiar dengan cara menghitung weton, atau penghitungan ingin dilakukan oleh yang ahli, kamu bisa berkunjung sekaligus wisata ke Museum Radya Pustaka Surakarta di Kota Solo, Jawa Tengah.
Totok mengatakan bahwa wisatawan tidak hanya bisa belajar atau konsultasi seputar weton Jawa, namun juga pawukon atau horoskop Jawa.
“Pelayanan konsultasi tentang weton dan pawukon di Museum Radya Pustaka sudah lama ada, dan ini merupakan daya tarik tersendiri,” ungkapnya.
Alhasil, banyak masyarakat yang belum kenal soal weton atau belum pernah berkunjung ke sana yang melakukan kunjungan kembali pada waktu lain.
Sebelum 2019, konsultasi weton dan pawukon dilayani oleh Totok setiap hari sesuai jam buka museum kecuali Senin karena museum tutup.
“Setelah 2019, konsultasi hanya dilakukan pada Jumat, Sabtu, dan Minggu karena tugas utama saya selaku Filolog lebih terfokus pada pelayanan pengunjung yang mengadakan penelitian naskah kuno, dan kegiatan seputar alih aksara dan penerjemahan naskah atau pustaka klasik,” pungkasnya.
Perlu dicatat bahwa layanan ini tidak dipungut biaya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cara Hitung Weton Jawa dengan Kalender Jawa, Termasuk Weton Pernikahan", Klik untuk baca: https://travel.kompas.com/read/2021/08/30/131500327/cara-hitung-weton-jawa-dengan-kalender-jawa-termasuk-weton-pernikahan?page=all.