SonoraBangka.id - Terjadinya masalah atau konflik di dalam suatu hubungan adalah hal yang wajar terjadi.
Kita pun perlu menyelesaikan masalah itu agar hubungan bisa tetap bertahan.
Namun, alih-alih menyelesaikan konflik, ada yang lebih memilih untuk melakukan silent treatment.
Apa itu silent treatment?
Menurut psikolog Tiga Generasi Marcelina Melisa, silent treatment adalah perilaku mendiamkan seseorang karena ada emosi negatif yang dirasakan.
"Mendiamkan ini ada tujuannya, misalnya agar lawan bicara minta maaf, menuruti keinginan kita dan ini bisa terjadi dalam berbagai macam hubungan," ujar Marcelina dalam Instagram Live NOVA bertajuk Silent Treatment, Jangan Jadi Kebiasaan, Rabu (16/03) sore.
"Ini (silent treatment) juga sebagai perilaku menghindari penyelesaian konflik," tambahnya.
Marcelina menjelaskan, silent treatment ini berbeda dengan being silent.
Silent treatment lebih ke perilaku mendiamkan seseorang dengan tujuan tertentu.
"Ada yang ingi mendapatkan sekadar ucapan maaaf, ada yang ingin pasangan mengakui kesalahan, aku akan berubah, dan sebagainya," jelas Marcelina.
Sementara being silent adalah bentuk pengeloaan emosi, di mana kita membatasi kontak agar bisa berpikir jernih.
Bahaya Silent Treatment dalam Hubungan
Marcelina mengatakan, silent treatment bukanlah bentuk komunikasi yang baik dan harus dihindari.
"Karena itu tuh kayak ngambek tapi ngambeknya itu kayak anak kecil yang lagi tantrum, cuman bedanya kita dengan diam. Itu sebenarnya kita menuntut sesuatu agar keinginan kita bisa dikabulkan," ucapnya.
Alih-alih mendiamkan pasangan, kata Marcelina, lebih baik kita saling berdiskusi, mencari jalan keluar, bicara dengan kepala dingin agar konflik bisa diselesaikan dengan baik.
"Padahal, bentuk resolusi yang baik adalah ketika ada kesepakatan bersama, antar kita dengan pasangan, misalnya," tambahnya.
Jika silent treatment terus menerus dilakukan, hubungan akan menjadi tidak sehat karena tidak lagi setara.
"Jadinya, pasangan dalam tanda kutip terpaksa memenuhi keinginan kita, padahal dia belum tentu inginnya begitu, bisa aja beda. Akhirnya hubungannya jadi timpang dan muncul ketidakpuasan dalam relasi, komunikasi juga jelek," jelasnya.
Cara Mengatasi Silent Treatment
Agar silent treatment tidak terjadi, kita dan pasangan harus sama-sama bisa pintar atur emosi.
Marcelina menyarankan, jika kita bertindak sebagai pelaku, kita perlu memposisikan diri sebagai orang yang dikenakan silent treatment.
"Coba posisikan diri sebagai pasangan, gimana kalau kita diperlakukan kayak gitu nggak enak kan didiemein? Diajak ngobrol nggak direspons, ngajakin sesuatu ditolak," kata Marcelina.
Setelah memposisikan diri, cobalah ambil waktu untuk menenangkan diri.
"Bergeser ke being silent, minta waktu untuk sendiri untuk menenangkan emosi," lanjutnya.
Setelah cukup menenangkan diri, jangan lupa untuk menyelesaikan konflik dengan pasangan. Jangan dibiarkan atau diabaikan begitu saja.
"Kita harus mengubah cara menyelesaikan konfliknya. Setelah kita tenang, kita harus balik omongin masalah, dari kita gimana, dari pasangan gimana, temukan titik temu gimana sesuai dengan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak," jelasnya.
Lantas, bagaimana jika kita adalah korban silent treatment pasangan?
Marcelina mengatakan, kita perlu menyadarkan pasangan bahwa dia saat ini sedang melakukan silent treatment.
"Kita kasih tahu, ini lo yang kamu lakukan. Kita boleh share artikel, tapi bukan bersifat menyalahkan, tapi kita lebih ke ngajak baca bareng, dan jangan menyalahkan dia mengapa jadi seperti ini," ujar Marcelina.
Penting juga bagi kita untuk tidak menuruti keinginan pasangan yang melakukan silent treatment.
Karena kalau dituruti, perlakuan tersebut bisa terjadi lagi.
"Jangan turuti apa yang dia mau, kalau iya, ini akan menjadi pola dia melakukan silent treatment," paparnya.
Kalaupun si dia masih melakukan silent treatment, kita disarankan untuk tidak memaksa dia untuk tidak melakukannya. Tetapi, cobalah berikan pernyataan dan batasan yang tegas.
"Jangan kita maksa terus, tapi kita bilang, Oke kalo kamu nggak mau ngomong ya sudah it's ok, kasih tau kapan kamu mau ngomong," tutur Marcelina.
"Tapi kita tetap jalani hari dengan biasa, jangan juga jadi pasif, ignore, tapi kasih tahu itu, kapan pun dia siap, kita ada," pungkasnya.
Nah, sudah paham?