Jadi, bila ada orang daerah yang melakukan kesalahan, tak ada yang mau diketahui,” kata Perovic kepada BBC.
Karena lokasi kawah di daerah gurun terpencil, dampak yang diakibatkan juga minimal.
Apalagi karena Uni Soviet tidak pernah memiliki masalah dengan pasokan gas, saat itu dengan produksi 700.000 kubik meter setahun.
Jadi, terbakarnya lubang gas ini merupakan alternatif yang praktik, menurut Perovic.
“Membakar 15.000 atau 16.000 meter kubik per tahun atau sekitar empat kali yang digunakan Swiss setahun, bukan apa-apa bagi mereka.
Jadi, daripada menggunakannya dengan menyalurkan lewat pipa dan harus membangun infrastruktur, mereka memutuskan untuk membakarnya,” katanya lagi.
Di sisi lain, Stefan Green, seorang pakar mikrobiologi yang ikut dalam ekspedisi bersama Kourounis, mengatakan “melepaskan metana tanpa kendali merupakan satu hal buruk,” jadi membakarnya merupakan satu hal yang logis.
Membakar gas menghasilkan karbon dioksida, tapi membakar metana lebih bahaya lagi.
Praktik ini biasa dilakukan di negara-negara seperti Irak, Iran, atau Amerika Serikat.
Apa pun itu, kawah itu terus terbakar.
“Sayangnya, masalah ini belum juga terungkap sampai hari ini,” kata Perovic.
Kendati demikian, kawah ini nyantanya memiliki keunikan tersendiri dan justru menarik wisatawan yang penasaran datang ke wilayah Derweze, Turkmenistan itu.
Presiden Berdimuhamedov juga mendeklarasikan bagian dri gurun Karakum tempat kawah itu berada menjadi bagian dari taman nasional.
Melansir dari Kompas Pada April 2010, Presiden Turkmenistan Gurbanguly Berdimuhamedov mengunjungi lokasi kawah dan meminta tempat tersebut ditutup pada 2013.
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Begini Penampakan 'Pintu Neraka' di Turkmeknistan, Kawah Api yang Berkobar Puluhan Tahun, https://bangka.tribunnews.com/2022/03/26/begini-penampakan-pintu-neraka-di-turkmeknistan-kawah-api-yang-berkobar-puluhan-tahun?page=all.