SonoraBangka.ID - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi memajaki aset kripto mulai 1 Mei 2022. Pajak aset kripto ini berupa PPh pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Hal ini diatur dalam PMK Nomor 68 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto sebagai aturan turunan dari UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
PPh pasal 22 dipungut dari penjual aset kripto, sementara PPN dipungut dari pembeli aset kripto. Pemungutan pajak dilakukan oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang memfasilitasi transaksi jual beli aset kripto.
Adapun aset kripto yang terkena PPN adalah jual beli mata kripto dengan mata uang fiat, tukar-menukar kripto dengan aset kripto lainnya (swap), dan tukar-menukar kripto dengan barang selain aset kripto dan/atau jasa lainnya.
Jika penjual kripto dikenakan PPh dan pembeli dikenakan PPN saja, pajak tukar-menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya berbeda. Masing-masing pihak akan dikenakan PPN dan PPh oleh PMSE alias pedagang fisik aset kripto.
Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP, Bonarsius Sipayung menyatakan, semua penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dan Barang Kena Pajak (BKP), ada terutang PPN.
Dalam konteks tukar-menukar, masing-masing pihak memiliki dua fungsi, yakni sebagai penjual sekaligus pembeli. Oleh karena itu, PPN dan PPh dikenakan kepada dua belah pihak. Penyerahan BKP/JKP terutang PPN ini bahkan sudah diatur dalam UU sebelumnya, yakni UU PPN.
"Dan UU atur seperti itu Bapak Ibu, jadi jangan kesannya kok (kena) dua kali. Enggak, karena pengenaan (pajak hadir) di setiap penyerahan," kata Bonarsius dalam media briefing, dikutip dari Youtube DJP, Jumat (8/4/2022).
Dia menjelaskan, penyerahan terjadi karena berbagai macam cara, baik penyerahan karena jual beli atau tukar-menukar. Ia mencontohkan, Tuan A menjual mobil bekas kepada tuan B, sehingga pungutan PPN dikenakan kepada Tuan B.
Lalu, Tuan B membayar mobil bekas dengan sebuah arloji alias terjadi transaksi tukar barang. Pemungutan PPN pun berlaku pada Tuan A yang notabene menerima arloji tersebut.