"Jadi di waktu yang sama saya punya 2 fungsi penjual mobil dan pembeli untuk arloji. Demikian juga dengan kripto (bitcoin), ketika ditukar dengan ethereum," beber dia.
"Ketika (pihak pertama) serahkan ethereum lewat market, dan saya serahkan kripto (bitcoin) lewat market, maka akan terutang dua-duanya, karena ada penyerahan di sini," tambahnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pengenaan ini dilakukan oleh pihak fasilitator atau penjual fisik aset kripto.
Pasalnya, penjual memiliki kontrol penuh atas dua hal, yakni payment gateway atau dompet digital (e-wallet) sebelum dana masuk kepada masing-masing pihak, serta data penjualan dan pembelian.
"Dalam konteks pemajakan, dua unsur ini adalah syarat utama agar pemajakan bisa dilancarkan. Makanya dalam PPN isu jual beli itu tidak terlalu dan serta-merta dibatasi hanya dengan jual beli. Tapi ketika ada pertukaran pun, itu sudah dianggap penyerahan sesuai UU," tandasnya.
Tuan B melakukan transaksi tukar-menukar 0,3 koin aset kripto F dengan 30 koin aset kripto G yang dimiliki oleh Nyonya C sebagai pelanggan pedagang fisik aset kripto X. Pada tanggal 10 Mei 2022, nilai konversi 1 aset kripto ke dalam mata uang sama dengan Rp 500 juta.
Maka, penjual/pedagang fisik aset kripto wajib memungut PPN dan PPh dari kedua belah pihak, dengan rincian:
1. Atas penyerahan aset kripto F
a. Memungut PPh pasal 22 kepada tuan B sebesar 0,1 persen x (0,3 x Rp 500 juta) = Rp 150.000.
b. Memungut PPN kepada Nyonya C sebesar = 1 persen × 10 persen x (0,3 x Rp 500 juta) = Rp 150.000
2. Atas penyerahan aset kripto G
a. Memungut PPh pasal 22 kepada nyonya C sebesar 0,1 persen × (30 × Rp 5 juta) = Rp 150.000.
b. Memungut PPN kepada Tuan B sebesar 1 persen x 10 persen x (30 x Rp 5 juta) = Rp 150.000.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tukar Menukar Aset Kripto Kena "Dobel Pungutan" PPh dan PPN, Ini Alasan Ditjen Pajak", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2022/04/08/061500226/tukar-menukar-aset-kripto-kena-dobel-pungutan-pph-dan-ppn-ini-alasan-ditjen?page=all#page2.