Saat proses penyusunan regulasi hak penerbit masuk ke tahap berikutnya, Usman menyatakan akan melibatkan satgas Task Force Media Sustainability dan publik.
Jika aturan ini dijadikan PP misalnya, maka keterlibatan publik akan lebih luas dan Kominfo bertindak sebagai inisiator. Adapun jika regulasi hak media dijadikan sebagai Perpres, maka komunikasi ke publik akan dilakukan oleh Setneg.
“Jika PP misalnya, nanti masyarakat jadi tahu seperti apa, pasti akan melibatkan publik lebih banyak lagi dan yang menjadi inisiator itu adalah Kementerian Kominfo sebagai leading sector," papar Usman.
"Jika dalam bentuk Perpres maka sepenuhnya hak Kemensetneg bersama Presiden. Nanti saat penyusunan, harmonisasi, sinkronisasi, dan seterusnya sesuai prosedur, ini juga harus kita sampaikan kepada publik supaya tahu,” imbuhnya.
Lebih lanjut ia berharap, regulasi hak penerbit bisa selesai tahun ini agar dapat segera diimplementasikan.
Usma mengatakan regulasi hak penerbit mencakup beberapa isu penting, salah satunya soal perubahan algoritma yang dilakukan media global bahkan tanpa diketahui oleh media nasional di Indonesia.
“Itu (algoritma) harus diberitahukan kepada kita (media-media nasional), supaya tahu selama ini kan tiba-tiba algoritma berubah begitu saja padahal penting ya, sekarang algoritma is the king, begitu katanya. Nah, itu beberapa hal yang dibahas di dalam regulasi PP atau Perpres,” ujar Usman.
Isu lainnya yaitu tentang negosiasi antara platform di Tanah Air dengan perusahaan teknologi global terkait seperti Facebook dan Google. Platform tersebut bisa saja diizinkan mengambil konten dari platform di Indonesia, namun dengan biasaya tertentu misalnya.
“Boleh mengambil konten, tetapi sekian biayanya atau bayarnya, itu salah satu unsur yang dibahas di dalam rancangan peraturan. Tujuannya adalah untuk mencapai yang disebut jurnalisme berkualitas atau good journalism,” kata Usman.
Australia sendiri sudah mengesahkan regulasi hak penerbit atau disebut Undang-Undang "News Media Bergaining Code Law" pada Februari 2021 lalu.
Undang-undang ini mengharuskan perusahaan teknologi raksasa, seperti Google dan Facebook, membayar organisasi media yang beritanya dimuat di platform mereka masing-masing.
Dengan UU Media ini, Google dan Facebook diharuskan mencapai kesepakatan komersil dengan perusahaan media lokal Australia. Ketika negosiasi mengalami kebuntuan, panel arbitrase akan membuat keputusan yang mengikat atas tawaran yang menang.
Dengan begitu, dua perusahaan teknologi raksasa itu diharapkan tidak akan menyalahgunakan posisi mereka untuk memberikan tawaran yang tidak adil kepada perusahaan media.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Siapkan Regulasi Wajibkan Google Facebook dkk Bayar Konten Berita", Klik untuk baca: https://tekno.kompas.com/read/2022/04/14/09300087/indonesia-siapkan-regulasi-wajibkan-google-facebook-dkk-bayar-konten-berita?page=all#page2.